Saya tahu, tidak semestinya saya melakukan ini. Sudah 10 tahun saya mengabaikannya. Rasanya tidak pantas untuk melanjutkan bersikap dingin seperti ini. Lagi pula, saya tidak mau hidup dalam penyesalan dikemudian hari. Toh, tidak ada yang tahu berapa lama manusia dapat hidup. Semoga keputusan yang saya ambil ini benar dan melegakan banyak pihak. Terutama ibu yang selalu sedih melihat tingkah saya. Maafkan saya, Bu. Mulai hari ini saya akan berubah.
Hari ini rasanya tenang sekali. Sepertinya semesta sedang berbaik hati dengan niat baik saya. Sepanjang perjalanan radio menggemakan lagu yang riang hingga membuat saya bernyanyi dengan semangat. Polisi cepekan yang biasanya terlihat menyebalkan pun nampak ramah. Tangan saya tergerak memberikan upah baik untuk senyumnya kali ini. Ajaib sekali.
Jalanan cukup lenggang hari ini. Kenapa ya? Padahal ini kan hari Minggu. Tak biasanya jalan besar ini membuat saya bebas berkendara. Ah, mungkin suasana sendu hari ini membuat kebanyakan orang untuk enggan melangkahkan kaki keluar rumah.
Saya mengarahkan mobil memasuki komplek pertokoan yang sudah saya hafal di luar kepala. Melewati portal pintu masuk dan berjalan lurus. Barisan toko di kanan kiri terlihat sepi. Saya membelokkan mobil ke kanan dan melaju 200 meter. Mobil berhenti tepat di depan toko dengan dinding berwarna coklat muda. Saya meluruskan mobil. Menurunkan gigi pada angka 0, menaikkan rem tangan dan mencabut kunci. Saya menolehkan kepala ke kanan dan kiri. Seperti ada yang kurang.
"Bapak tukang parkirnya kemana ya?" tanya saya heran mengedarkan pandangan mencari sosoknya dalam keheningan jalan.
Saya keluar mobil dan berjalan memasuki toko dengan santai. Membuka pintu dan disambut dengan aroma kue yang menggoda. Aroma vanila, coklat, dan beberapa aroma manis lainnya semerbak memanjakan hidung saya.
"Selamat da...... Eh Mbak Rasya. Mau beli kue atau roti nih mbak?" kata pramuniaga yang sudah sangat saya kenal begitu ramah.
"Chocomaltine Cheesecake ada, Mbak?" tanya saya mengampiri etalase kue tart.
"Oh, ada, Mbak. Baru aja selesai bikin. Ini fresh banget. Sebentar saya ambilkan di belakang," kata pramuniaga yang bernama Sari itu berlari kecil ke dapur. "Nih, Mbak. Mau nambah yang lain?" tanyanya ramah yang saya jawab dengan gelengan beserta senyum singkat.
Saya memandang kotak kue di pangkuan dengan senyum sumringah. Kenapa tidak semenjak dulu saya melakukan ini. Ternyata sangat amat melegakan. Nyatanya butuh waktu bertahun-tahun untuk melakukan semua keberanian ini. Lamunan saya tersadarkan oleh dering telepon genggam saya. Saya tersenyum melihat nama pemanggil yang tertera di layar.
"Halo, Bu?" sapa saya terlebih dahulu kepada ibu.