Duduk seorang wanita menghisap rokok, lalu berpuisi dalam kecamuk otaknya sendiri
"Entah ini hanya asumsi sampahku, atau memang iya
Bahwa.. negara ini dengan perasaanku sama saja
Rumitnya, ributnya, kacaunya
Bedanya, negara ini memperjuangkan nasibnya
Sedang aku menelantarkan nasib perasaanku
Barangkali ini sebatas intermezzo yang yang harus dinikmati
Meski mati-matian emosi, setelahnya adakah solusi?
Jangan-jangan makin tak keruan bak ingus babi?
Atau malah.. ngadu ala gen Z "Yuraaa, aku nggak bisa dengan semua ini!!!"
Segalanya begitu berserakan tak kalah rongsokan