Lihat ke Halaman Asli

Dea Ananda

Mahasiswa

Efek Dunning-Kruger: Media Massa dan Covid-19

Diperbarui: 28 Juni 2021   06:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber gambar: safalniveshak.com)

Dunning dan Kruger (1999) mengadakan riset tentang hubungan antara rasa percaya diri dengan pengetahuan yang dimiliki. Hasilnya, biasanya orang yang pengetahuannya sedikit, lebih percaya diri dan berani berbicara daripada yang orang yang berilmu (Kruger & Dunning, 1999). Seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk.

Penelitian lain dari Dunning dan Kruger (2003) mempertanyakan kemampuan yang dimiliki orang untuk membentuk pandangan yang akurat tentang keterampilan dan keahlian mereka. Penelitian ini juga berpotensi menjelaskan sebuah misteri yang sering dihadapi kita dalam kehidupan sehari-hari. Semua orang mengenal orang-orang yang tampaknya hanya menerima kekurangan mereka, gagal untuk memperbaikinya. Mungkin orang-orang ini "menerima" kekurangan mereka karena mereka tidak menyadari bahwa mereka memilikinya (Dunning et al., 2003).

Familier, kan? Apalagi di tengah situasi penuh asumsi seperti pandemi COVID-19 saat ini. Banyak yang tidak berkompeten tetapi bersuara paling lantang, khusunya di media massa. Alih-alih, mereka cenderung menyadari ketidakmampuan mereka dalam menghasilkan respon yang baik bagi orang-orang di sekitarnya.

Pada prinsipnya, teori-teori perilaku yang dikembangkan memiliki pehamanan yang sama. Dalam teori Stimulus-Respon (S-R), media merupakan komunikator yang memberikan stimulus kepada komunikan yaitu publik. Jelas bahwa media memegang peran krusial dalam menciptakan respon positif dan negatif di masyarakat.

Pola ini dapat diterima secara negatif ataupun positif tergantung bagaimana respon yang diberikan oleh publik: jika stimulus memberikan efek positif, maka respon terhadap stimulus tersebut akan berulang pada kesempatan lain, dimana stimulus yang sama timbul. Sebaliknya, jika stimulus memberikan efek negatif, maka hubungan S-R akan dihindari pada kesempatan lain (Noor, 2011).

Komunikasi massa akan menjadi efektif ketika pesan yang dikirim untuk memobilisasi orang lain mengambil tindakan (Moy & Bosch, 2013).  Misalnya isu mengenai COVID-19. Pada faktanya telah direspon secara positif dengan munculnya banyak unggahan mengenai protokol kesehatan. Dengan demikian, teori S-R dalam komunikasi massa memberikan dampak yang signifikan. Dimana akan membawa perubahan perilaku masyarakat yang akan semakin peduli terhadap kesehatan. Perubahan perilaku ini akan semakin menular sehingga memberikan efek bagi terciptanya masyarakat yang sehat.

Pada kenyataannya tidak semua stimulus yang diberikan dapat diterima oleh publik. Terdapat juga penolakan yang memang menjadi kendala tersendiri dalam penyampaian stimulus di mata publik. Misalnya isu bahwa vaksin COVID-19 mengandung microchip magnetik mengundang penolakan publik sebagaimana mestinya. Namun, sebagian dari masyarakat masih memercayainya. Keberhasilan teori S-R dalam komunikasi massa tergantung kepada koneksi antara komunikan dan komunikator yakni dalam hal ini media massa (Bryant & Miron, 2004). Hubungan inilah yang kemudian menentukan apakan stimulus akan diterima atau ditolak.

Apakah Anda termasuk masyarakat yang mengalami efek Dunning-Kruger? Jika bukan, pasti Anda tetap menjalankan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah dengan memakai masker dan menjaga jarak. Tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan mendesak juga menjadi pengguna media massa yang bijak dalam menanggapi hoaks COVID-19.

REFERENSI

Bryant, J., & Miron, D. (2004). Theory and research in mass communication. Journal of Communication, 54(4), 662--704. https://doi.org/10.1093/joc/54.4.662

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline