Sejak adanya kasus globalisasi yang menyangkut kesehatan dan nyawa manusia yakni menyebarnya virus corona (Covid-19), banyak media yang mulai membahas persoalan tersebut. Dari pihak pemerintah juga sudah mengusahakan segala cara agar pandemi covid-19 segera berakhir. Akan tetapi ditengah usaha dari berbagai pihak, ada saja ulah oknum-oknum yang memandang situasi saat ini hanya sebelah mata.
Di era yang serba modern, masyarakat lebih banyak menggunakan pola interaksinya dengan melalui media sosial. Jumlah pengguna media sosial meningkat sekitar 40% dimasa-masa pandemi kali ini. Sebab, anjuran yang di lontarkan oleh pemerintah pusat untuk melakukan segala kegiatan dirumah membuat masyarakat cenderung lebih terfokus bekerja, mencari informasi, dan lain sebagainya melalui media social.
Apa yang menjadi bahan pemberitaan di dunia sosial media akan lebih cepat tersebar. Hal inilah yang melatar belakangi munculnya oknum-oknum dibalik penyebaran berita-berita hoax. Hoax adalah sebuah tindakan kriminal yang terkadang masih banyak masyarakat yang menyepelekannya. Hoax atau berita bohong dapat dimanipulasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Prinsip lanjutkan tanpa verifikasi juga masih terus terjadi, penyebaran informasi tidak terkendali. Media massa sendiri tidak dapat meng-cover semuanya. Di beberapa daerah bahkan media lokal isinya tidak lagi mencantumkan penulisan-penulisan yang berbobot. Hanya berisikan informasi, berita, maupun konten-konten yang sebenarnya tidak layak untuk di publish.
Dengan bertambahnya kasus penyebaran berita hoax, pemerintah bekerjasama menggandeng POLRI yang memang memiliki divisi khusus untuk menangani kasus-kasus kejahatan di sosial media biasa dikenal dengan Divisi Cyiber Crime. Bersama Kominfo, mereka membentuk sebuah tempat baru yang mana hukum menjadi jalur utama dalam keterlibatan kasus tersebut.
Dibuatnya UU tentang kasus kriminal di sosial media, pencemaran nama baik, dsb adalah sebuah landasan dasar yang akan memperkuat proses hukum jika memang ditemukan oknum-oknum “nakal” yang menjelajahi kejahatan kriminal di sosial media. Tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi adanya kasus-kasus kriminal baru yang berangkat dari adanya berita hoax.
Beberapa kasus berita hoax sudah ditangani dan di proses sesuai jalur hukum yang telah ditetapkan. Adapun motif perbuatan yang dilakukan oleh oknum-oknum dibalik berita hoax tersebut. Salah satunya, perasaan tidak puas dengan kebijakan pemerintah yang dinilai kurang tegas dalam menangani kasus covid-19. Bahkan ada saja yang hanya sekedar iseng untuk mencari perhatian masyarakat. Para pelaku yang sudah mendapatkan proses hukum dikenai pasal 45 dan 45 A tentang UU ITE dengan pidana 6 tahun penjara. Ditambah pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan pidana ancaman 10 tahun penjara.
Tentu saja diharapkan masyarakat lebih bijak dalam menggunakan sosial media. Tidak langsung menerima dan mencerna informasi maupun berita yang ia dapat tanpa sumber yang tidak jelas. Sebab, masyarakat yang terpengaruh oleh adanya berita hoax dan ikut serta menyebarkan berita tersebut maka secara otomatis akan dikenai sanksi hingga ancaman pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku.