Lihat ke Halaman Asli

Dea YuanaAprilia

Mahasiswa Keperawatan Universitas Airlangga

Tradisi Pernikahan Adat Jawa

Diperbarui: 25 Mei 2023   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Budaya adalah tradisi turun-temurun yang diwariskan nenek moyang sehingga menjadi kebiasaan dimasyarakat. Budaya juga merupakan perantara yang digunakan sebagai alat sosialisasi dan berinteraksi untuk mempererat hubungan persaudaraan antar manusia. Budaya lokal merupakan budaya yang menjadi ciri khas pembeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang membuat pelestarian budaya nusantara perlu dijaga dan dikembangkan.

Menurut Bapak Panidi pemangku adat desa Sugihwaras menyatakan bahwa budaya merupakan aktivitas yang dilakukan leluhur dan dinilai positif oleh masyarakat sehingga tetap dilaksanakan hingga saat ini. Dimana kaki berpijak maka disitulah budaya atau adat daerah dijunjung. Hal ini menunjukan bahwa ketika seseorang memiliki adat yang berbeda dengan tempat dia tinggal maka beradaptasi atau meneyesuaikan diri adalah hal yang harus dilakukan.

Pernikahan adat Jawa merupakan upacara sakral yang dilakukan di rumah pengantin putri. Acara prosesi pernikahan juga dilakukan oleh keluarga mempelai wanita. Hal ini tidak wajib untuk dilakukan, namun secara adat dan kebiasaan masyarakat sekitarlah yang menyebabkan hal ini terlihat wajib. Ciri khas pengantin di Jawa penyelenggaraan upacara pernikahan akan slalu dilakukan di rumah pengantin wanita kecuali karena alasan tertentu upacara pernikahan dapat dilakukan di rumah pengantin pria disertai dengan tata cara tersendiri.

1. Pra Acara Pernikahan (Sehari Sebelum Temu Manten)

a. Bleketepe (Teple)

Blekete atau teple merupakan anyaman daun kelapa yang dipasang di atas atap rumah yang lurus dan sejajar dengan pintu rumah. Dimana teple ini dipasang 1 hari sebelum acara pernikahan setelah dhuhur oleh orang tua mempelai putri tanpa dibantu siapapun.

b. Sambung Tuwuh

Sambung tuwuh atau tuwuhan yaitu pagar atau gapura yang dibuat dan dipasang pada bagian depan tenda pengatin atau pintu masuk. Sambung tuwuh terbuat dari 2 pohon pisang raja beserta pisangnya yang dipasang berhadapan dengan ditambah ornamen seperti pohon tebu hitam (Tebu Wuluh), cengkir gading (kelapa kuning yang masih sangat muda), daun janur yang dipasang melintang, daun pohon randu (daun pohon kapas), puring ringin (daun dari pohon beringin).

c. Sungkeman

Sungkeman merupakan rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa dengan meminta maaf kepada kedua orang tua atas segala kesalahan yang pernah diperbuat selama menjadi seorang anak. Sungkeman juga wujud ucapan terimakasih yang ditujukan kepada kedua orang tua atas dedikasi, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan selama dia hidup didunia. Bukan hanya itu, sungkeman juga merupakan bentuk ijin seorang anak kepada orang tuanya untuk menikah dan memulai kehidupan baru dengan calon suaminya.

d. Siraman

Siraman biasa disebut siram jamas atau dalam bahasa Jawa yakni "adus kramas". Siram jamas atau adus kramas ini adalah salah satu raikaian prosesi yang berfungsi untuk menghilangkan bala' atau sukerto dalam tubuh. Dimana siraman ini dilakukan oleh calon mempelai putri yang dimandikan dengan kembang 7 rupa.

e. Paes Ngerik

Paes Ngerik merupakan tradisi mencukur rambut tipis yang ada di dahi pengantin putri. Dimana paes adalah orang yang nantinya akan merias pengantin putri. Paes manten diwajibkan berpuasa supaya hasil riasannya nanti dapat maksimal. Sehingga diharapkan ketika mempelai putri menemui mempelai putra akan terlihat lebih cantik atau dalam bahasa jawa disebut "mangklingi" seperti layaknya baru pertama kali bertemu sehingga serasa tidak pernah mengenalnya.

f. Widodaren

Widodaren atau biasa dikenal dengan istilah pingitan. Pengantin putri dipingit di dalam kamar mulai pukul 18.00 - 00.00 WIB sebelum hari H dimulai dengan ditemani oleh beberapa saudara perempuannya. Widodaren bertujuan untuk mebuat pengantin putri tampak cantik seperti layaknya seorang bidadari. Masyarakat jawa mengenal tujuan widodaren ini sebagai salah satu hal yang membuat pengantin putri tampak "mangklingi" dalam bahasa Indonesia seperti tidak dikenali.

g. Tantingan

Tantingan merupakan pengajuan pertanyaan kembali pada pengantin putri terkait kemantaban hati untuk menikah dengan calon suaminya. Dimana kegiatan ini sering disebut dengan istilah nanting atau menegaskan kembali. Setelah widodaren seorang ayah akan bertanya kembali pada putrinya sebelum hari H terkait apakah putrinya telah yakin memilih pria tersebut menjadi suaminya. Hal ini bertujuan untuk memastikan dan memantabkan kembali apakah sang putri telah benar memilih calon suaminya nanti.


2. Inti Acara

Didalam inti acara ini terdapat prosesi akad nikah yang diawali dengan kedatangan pengantin putra. Dimana pengantin putra dilarang untuk bertemu pengantin putri terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar ketika prosesi temu manten pengantin putri terlihat sangat cantik dan mempesona dimata pengantin putra (calon suaminya).

Kemudian dilanjutkan dengan acara seserahan, dimana orang tua pengantin putra memeberikan perhiasan, pakaian, makanan, pisang raja, dan perlengkapan lainnya yang diberikan kepada orang tua pengantin putri. Sebagai bentuk hantaran dari keluarga mempelai pria kepada keluarga mempelai wanita.


3. Temu Manten

Temu manten atau disebut dengan panggih manten merupakan prosesi bertemunya mempelai putri dengan mempelai putra. Prosesi ini ditujukan untuk mempertemukan pengantin putra dengan pengantin putri yang terlahir dari keluarga yang berbeda dengan adat, tradisi kebiasaan yang berbeda disatukan menjadi pasangan suami istri yang sah dimata agama maupun hukum negara. Prosesi ini merupakan puncaknya tradisi pernikahan adat Jawa yang menjadi ciri khas budaya Jawa.

a. Mijil

Mijil merupakan prosesi keluarnya pengantin putri yang sudah dirias dari rumahnya didampingi dengan kedua orang tua dan 2 kembar mayang yang dipegang oleh domas putri.

b. Gantalan / Mbalang Gantal

Mbalang gantal atau lempar gantal adalah prosesi penyambutan pengantin putri terhadap pengantin putra yang dibalas dengan pengantin putra. Pada tahap ini pengantin putra dan pengantin putri secara bersamaan melemparkan gantalan ke arah satu sama lain sebagai sapaan salam saat pertama bertemu. Gantalan yang dilemparkan ini adalah kapur, gambir, wenang laweng (benang berwarna putih) yang dibungkus dengan daun sirih.

c. Bedol Kembar Mayang

Bedol kembar mayang merupakan prosesi ditukarnya kembar mayang dari domas putri dengan kembar mayang miliki domas putra. Konon dikatakan bahwa penukaran kembar mayang memiliki aturan. Dimana saat pertukaran kembar mayang harus terletak disamping kepala pengantin yang tidak boleh terlalu tinggi atau rendah serta harus tegak dan tidak boleh miring.

d. Ndulang Sego Sakepel

Ibu dari pengantin putri menyuapi putrinya nasi ketan yang di kepal sebagai perlambang suapan nasi terakhir yang diberikan kepada anak putrinya sebelum dia memiliki seorang suami. Kemudian bapak dari pengantin putri juga demikian, memberikan minum kepada putrinya sebagai perlambang minuman terakhir yang diberikan kepada anak putrinya sebelum dia memiliki seorang suami. Dimana hal ini dimaksudakan bahwa semua tanggung jawab kedua orang tua untuk memberi makan dan minum telah selesai dan selanjutnya akan dilanjutkan oleh suaminya.

e. Midakan Tiga

Prosesi midakan tiga atau dalam bahasa jawa tiga itu tigan yang artinya telur. Dimana pengantin putra menginjakan kakinya diatas telur yang telah disediakan di atas loyang dan dibantu oleh pengantin putri hingga telur tersebut pecah. Ini melambangkan harapan pengantin maupun keluarga terhadap pernikahan ini adalah cepatnya kedua mempelai segera mendapatkan keturunan.

Setelah menginjak telur hingga pecah porsesi dilanjutkan dengan dibasuhnya kaki sang suami oleh istrinya dengan air kembang tiga warna atau dalam bahasa Jawa disebut "sekar tri warna" yang terdiri dari Bungan mawar, melati, dan bunga kenanga. Dimana prosesi ini memiliki makna bahwa membasuh kaki suaminya dapat menghilangkan sukerto atau bala' atau mala petaka yang nantinya mungkin akan menimpa pada kehidupan rumah tangganya.

f. Sinduran Jarik

Berbeda dengan prosesi ini dimana bapak pengantin putri yang berperan di dalamnya. Jadi, bapak dari pengantin putri menggendong anak dan menantunya dalam satu selendang atau jarik untuk berjalan ke atas panggung pelaminan (krobongan) dibantu oleh sang ibu yang mendorong dari belakang. Makna dari prosesi ini adalah adanya 2 anak yang baru saling mengenal dan dipersatukan tersebut dituntun untuk menuju kebenaran. Dimana kedua mempelai diharapkan mampu membedakan dan memilah sebuah kebenaran dan keburukan "Wani Bebeneran, Wedi Marang Kanistan."

g. Bobot Timbang

Pada prosesi ini bapak pengantin putri "mangku" putri dan menantunya itu untuk ditimbang dan keduanya dirangkul oleh sang ibu. Prosesi ini menceritakan dialog seorang ayah dan ibu yang sedang menimbang kedua putra barunya yang telah dipersatukan tersebut dengan dialog sebagai berikut :

Bapak :"Bune, bune.....aku tak cubo nimbang loro anakku iki."

Ibu : " Piye pak e, sajak e abot seng ndi ?"

Bapak : "Kok sajak e podo abot e to bune."

Inti dari percakapan diatas adalah keinginan seorang ayah untuk menimbang kedua anaknya tersebut dipilih mana yang lebih berat. Lalu sang ayah menjawab bahwa kedua anaknya itu memiliki berat yang sama. Maksud dari percakapan ini adalah kedua anak tersebut baik anak kandung maupun anak mantu memiliki berat yang sama baik dari perlakuan, kasih sayang, rasa cinta yang diberikan kepada keduanya sama besar. Tidak ada yang lebih berat diantara keduanya, sehingga anak yang awalnya menjadi anak mantu telah dianggap seperti anak kandungnya sendiri .

h. Tanem Jero

Kedua orang tua mempelai putri mewisudakan putra atau anak mantunya dan putri kandungnya sebagai raja dan ratu. Dimana dalam prosesi ini bapak dan ibu dari mempelai wanita mendudukan pengantin baru ini pada kursi pelaminan. Hal ini bermakna bahwa ayah telah melepaskan putri kandungnya untuk memulai kehidupan baru dengan suaminya dan memberi tanggungjawab kepada menantunya untuk menjaga anaknya dan menggantikan posisi seorang ayah untuk putrinya.

i. Kacar Kucur

Kacar kucur merupakan simbol kewajiban seorang suami untuk memberikan nafkah atau "guna kaya" baik secara lahir maupun batin. Prosesi ini disimbolkan dengen pengantin putra yang menuangkan beras dan uang kepada istrinya sebagai wujud pemberian nafkah. Kemuadian nafkah tersebut dititipkan kepada kedua orang tua mempelai putri sebagai makna mempelai putri diberi kewenangan untuk memberikan sebagian rejeki suaminya kepada kedua orang tuanya.

j. Dulang-dulangan

Dulang-dulangan adalah prosesi saling suap anatar kedua mempelai sebagai wujud cinta kasih diantara keduanya. Dalam bahasa Jawa prosesi ini disebut sebagai "Dhahar Brugo Jenar Manca Warna." Maknanya kedua saling suap dan memberikan satu sama lain apapun yang dimakan sebagai wujud saling menyayangi satu sama lain.

k. Minum Tirta Wening

Minum tirta wening merupakan prosesi saling memberi minum anatara satu sama lain sebagai pembersih untuk menjernihkan hati. Tirta wening ini merupakan air putih yang digunakan sebagai simbol pembersih hati. Dimana "tirta" artinya air, dan "wening" artinya bening. Namun, hal ini tidak wajib air putih. Air yang digunakan dapat dikreasikan dengan jenis minuman kekinian atau lain sebagainya.

l. Mapak Besan

Mapak besan atau menjemput besan adalah prosesi dimana orang tua mempelai putri menjemput besan yang merupakan orang tua mempelai putra untuk bersama-sama duduk di atas pelaminan menyaksikan putra dan putrinya merayakan hari bahagia dalam hidupnya. Mapak besan ini adalah prosesi yang dilakukan sebelum sungkeman. Sebenarnya secara garis besar mapak besan ini tidak memiliki makna tersirat secara mendetail. Hanya saja prosesi ini biasanya dilakukan untuk sebagai wujud rasa hormat antara satu sama lain.

m. Sungkeman

Sungkeman yang menjadi prosesi inti dan paling menegangkan diantara beberapa tahapan temu manten. Prosesi ini adalah wujud hormat seorang anak kepada orang tuanya dengan meminta maaf atas segala kesalahan yang telah diperbuat selama menjadi seorang anak sekaligus meminta do'a restu kepada kedua orang tuanya. Do'a restu ini diminta kedua mempelai untuk meminta keridhoan orang tua dalam mengikhlaskan putra/putrinya memulai hidup baru dengan pasangan yang telah dipilihnya.

Sungkeman juga merupakan bentuk terimakasih seorang anak kepada ibu yang telah mengandungnya "Topo Yogo Broto" yang artinya tempat janin berkembang. Segalikus, ucapan terimakasih kepada sang ayah "Ngukir Jiwo Rogo" yang telah mengukir jiwa dan raganya anaknya sehingga menjadi seperti saat ini.


Dea Yuana, Mahasiswa Keperawatan UNAIR

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline