Lihat ke Halaman Asli

"Menonton" Hukuman Pancung

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini pasti akan menjadi salahsatu hari yang paling mengerikan buat saya.Tentu saja saya pernah mengalami hari hari yang mengerikan,seperti disuruh manjat pohon kelapa sama mertua.Tapi hari ini sangat sangat mengerikan sehingga saya berjanji tak akan melihatnya lagi.

Sudah belasan tahun saya tinggal dijeddah,selama itu pula saya selalu menahan diri dari ajakan teman untuk melihat hukuman pancung secara langsung.Walau lapangan tempat eksekusi hukuman pancung tak jauh dari rumah yang saya tempati,tapi selalu saja saya berusaha menahan diri untuk tidak melihatnya.

Saya tidak dalam posisi menilai apakah hukuman pancung masih relevan atau tidak dijaman sekarang ini.Saya percaya,dimana langit dijunjung disitu bumi dipijak.Yang ingin saya ceritakan hanyalah sebuah pengalaman yang tak ingin saya mengulanginya lagi.

Jam sembilan pagi,seperti biasa saya berangkat kerja.Namun ada yang berbeda hari ini.Jalan jalan dijaga cukup ketat oleh polisi.Pun begitu ketika saya melewati lapangan tempat biasanya dilakukan hukuman pancung.Semua sudah disterilkan oleh sekelompok polisi.Saya tau apa arti semua ini.Artinya hari ini akan dilaksanakan hukuman pancung dilapangan itu.

Sejujurnya saya tak berminat untuk "menontonnya".Tapi ajakan teman teman untuk "nobar" disertai cemoohan dari mereka kalau saya seorang yang penakut membuat saya sangat penasaran untuk menguji seberapa penakutkah saya ini.Memang dari dulu saya tak pernah ingin untuk melihatnya.Dalam pikiran saya,melihat orang dipenggal tentu haruslah mempunyai nyali yang besar.Tapi rasa penasaran saya mengalahkan ketakutan saya.

Jam sepuluh pagi,sirine mobil polisi sudah meraung raung,tanda para terdakwa dan algojonya sudah datang kelapangan itu.Kami berlari kelapangan itu supaya tidak ketinggalan melihat peristiwa yang baru sekali ini saya lihat.Tiga orang keluar dari mobil dengan pengawasan sangat ketat.Sementara dipinggir lapangan,ratusan orang berdiri diluar pagar untuk menyaksikan peristiwa itu.Hati saya langsung ciut.Tapi saya tak berani mengakuinya.Terdakwa dibawa ketengah tengah lapangan.Dengan memakai pakaian hitan dan seluruh mukanya ditutup sama kain hitam,mereka dijongkokkan ditengah tengah lapangan.Setelah basa basi dari pihak pengadilan,tentang apa kesalahan sie terdakwa,seorang algojo bertubuh tinggi besar tiba tiba masuk arena.Dan tanpa basa basi,si algojo langsung menebas ketiga leher si terdakwa berkebangsaan Sudan dan Chad itu satu persatu.Sejujurnya,mata saya berkunang kunang,kepala pusing dan seluruh tubuh seperti tanpa tulang.Semburan darah yang keluar dari leher mereka begitu horor.Ya Tuhan saya bahkan nyaris tak bisa menopang tubuh ini.Disekeliling saya terdengar tepukan tangan.Ya tepukan tangan.Saya nyaris tak mempercayainya walau sering mendengar ceritanya dari teman teman.Bagaimana bisa ketika tiga kepala terpenggal,justru mereka bertepuk tangan? Dari batukah hati mereka? Atau mereka mungkin sudah terbiasa menontonnya?

Dengan digandeng teman yang lagi lagi mencemooh kelemahan hati saya,kamipun pulang meninggalkan kenangan mengerikan yang mungkin tak pernah saya lupakan.

Saya memang tak berhak mengkritisi hukum dinegri,saya cuma bertanya tanya inikah yang dituliskan Tuhan dikitab suci itu,atau kita telah salah dalam "menterjemaahkan" makna sesungguhnya dari kitab suci itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline