China merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca dan sangat bergantung pada pasokan batubara untuk aktifitas di dalam negerinya. Berdasarkan data 2020 World Resource Institute (WRI), China menyumbang lebih dari 12.000 MtCo2e dan diikuti dengan Amerika Serikat dengan sumbangan lebih dari 6.000 MtCo2e. Sumbangan emisi kedua negara tersebut, memberikan kontribusi lebih dari 33% emisi global.
Dalam sidang PBB, Presiden China, Xi Jinping menyampaikan kominten untuk mengentikan pembangunan pembangkit listrik bertenaga batubara di negara lain. China akan lebih meningkatkan dukungan kepada negara berkembang lainnya terhadap pengembangan energi hijau dan rendah karbon.
Bahwa lebih dari 70 persen dari semua pembangkit listrik berbasis batubara yang dibangun saat ini bergantung kepada pendanaan China. Bersama China, Jepang dan dan Korea, memberikan pendanaan pembangunan PLTU sebesar 95% secara global. Komitmen China ini, disambut dengan baik untuk menurunkan emisi global.
Dalam tajuk Kompas (21 September 2021), langkah ketiga negara tersebut, memberikan dampak terhadap ekspor batubara dari Indonesia. Batubara sebagai salah satu sumber devisa ekspor kita, serta memasok lebih dari 60% energi listrik nasional. Langkah tersebut bisa membuat pengembangan batubara di masa depan akan gelap seiring upaya internasional yang mulai serius pada proyek energi baru terbarukan.
Produksi batubara di tahun 2020 sebesar 563,7 juta ton, 70% dieksport ke luar negeri dan 32%-nya dikirim ke China. Potensi eksport batubara yang besar ini tentunya secara berangsur akan berkurang dengan penghentian pembangunan PLTU di Asia Pasifik.
***
Bisnis batubara memerlukan dukungan transportasi beberapa moda. Angkutan kereta api dan angkutan laut, merupakan moda pendukung angkutan batubara. Jaringan jalur kereta api di Jawa dan Sumatera memiliki peran strategis dalam melayani distribusi angkutan batubara. Jalur kereta api yang langsung terhubung menuju akses pelabuhan serta tersedianya sarana lokomotif maupun gerbong yang sangat memadai.
Di Sumatera khususnya Sumatera Selatan, kereta api menjadi pilihan perusahaan-perusahaan tambang juga ekspeditur dalam pengangkutan batubara. Keunggulan kereta api dalam hal daya angkut, waktu, dan kelancaran perjalanan, menjadikan angkutan ini lebih pasti dalam ketepatan waktu dan cepat, bebas macet, aman dan efisien dalam biaya. Selain itu, juga merupakan transportasi massal yang ramah lingkungan.
Pada angkutan laut, jenis angkutannya lebih beragam, diantaranya kapal tunda, tongkang, kapal landing craft tank (LCT), floating crane dan sebagainya. Kapal tunda atau tug boat merupakan jenis kapal yang dirancang mudah bermanuver dan mendorong kapal di pelabuhan, laut lepas, ataupun sungai. Dalam proses pengangkutan batubara, kapal ini berfungsi untuk menarik kapal tongkang.
Tongkang adalah alat utama yang mengangkut batubara untuk melewati perairan.
Jenis ini memiliki lambung kapal yang besar, sehingga dapat mengangkut batubara dengan jumlah yang besar. Konstruksi tongkang ini cukup kuat dan luas sehingga dijadikan pilihan sebagai transportasi angkut. Kapal LCT mirip dengan kapal tongkang, dengan fungsi mengangkut beban yang berat. Biasanya kapal ini digunakan untuk mencapai daerah yang sulit dijangkau oleh kapal pada umumnya. LCT efektif dalam mengangkut batubara pada pelabuhan yang kecil atau terpencil, sehingga dengan LCT dapat dilakukan dipelabuhan manapun.
***