Lihat ke Halaman Asli

Pertanyaan dan Skeptisme Saya Tentang Tuhan dan Agama

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13753636981868335145

[caption id="attachment_270085" align="alignleft" width="137" caption="Religions?"][/caption] Dulu, ketika saya masih kecil, saya pernah berfikir kenapa saya harus berterima kasih kepada Allah untuk hadiah sepeda yang saya impikan selama ini, padahal ayah sayalah yang membanting tulang untuk bisa membelikannya? apakah Allah ikut campur tangan dalam proses awal hingga akhir dalam kasus hadiah sepeda tadi? saya meragukannya kala itu. Setelah dewasa, setelah saya belajar banyak hal, setelah saya banyak mencari di sana sini, saya bukannya mendapatkan jawaban. Malah, makin banyak pertanyaan yang menumpuk di otak saya. Mengganggu akal saya sebagai manusia. Eksistensi Allah/Tuhan/Yang Maha Segalanya semakin kabur dan tidak jelas. Begitupun dengan kapabilitas agama untuk menciptakan dunia yang lebih baik dan damai. Pernah pada suatu hari, saya secara tidak sengaja membaca salah satu surat dalam Al-Qur'an.  Al-Bayyinah ayat 6:

“Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke dalam neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”

Saya lalu berfikir, Tuhannya Islam yang Maha Adil sudah pasti akan memasukkan semua orang yang tidak memeluk agama Islam ke dalam neraka. Lalu mari kita lihat penelitian dari PEW Amerika pada 2010, dimana dari data yang mereka dapatkan, pemeluk agama Islam berada pada presentase 23% dari seluruh populasi dunia. Terbanyak kedua dibawah pemeluk Kristen. Jadi, jika kita menyesuaikan hasil penelitian PEW tersebut dengan ayat di atas, maka 77% masyarakat dunia, nantinya akan masuk neraka. Lalu sebuah pertanyaan -yang ketika saya masih kecil amat sangat terlarang untuk diucapkan- menyerang saya; "Apakah Tuhan benar-benar Maha Adil?". Andaikan juga, saya terlahir di sebuah daerah di pedalaman, di mana masyarakat sekitar saya begitu primitif dan belum tersentuh modernisasi (termasuk agama-agama modern), apakah saya juga lantas akan masuk neraka setelah saya mati, karena tidak memeluk agama tertentu? Apakah saya ikut menjadi korban atas suatu hukum agama yang tidak pernah saya kenal? Pertanyaan di atas hanyalah satu dari banyak pertanyaan yang menciptakan keskeptisan saya akan eksistensi "Yang Maha Segalanya". Toh, sampai detik ini keberadaan Tuhan belum bisa dibuktikan, baik secara a priori maupun a postetiori. Saya jadi terheran-heran dengan kasus Alexander Aan, seorang ateis yang dipidana atas apa yang diyakininya (walaupun menyebut ateisme sebagai sebuah keyakinan sebenarnya kurang tepat) beberapa waktu lalu. Pengadilan tentu saja tidak bisa mengadili ketidakpercayaan atau kepercayaan seseorang akan Tuhan jika pengadilan saja tidak bisa menghadirkan Tuhan ke dalam ruang sidang. Tidak...saya tidak menyebut Tuhan itu tidak ada. Saya juga tidak menyebut Tuhan itu ada. Tapi, bukankah anda tidak bisa menilai apakah seorang wanita itu cantik atau tidak sebelum anda bertemu langsung dengan yang bersangkutan? Kecuali jika perkataan dan gosip dari orang-orang di sekitar anda sudah bisa membuat anda mengambil keputusan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline