Lihat ke Halaman Asli

FPI dan Sebuah Demokrasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14135340101809242929

"Mereka sering menghadapi masalah dengan cara-cara kekerasan, anarkis, jadi saya kira mereka nggak layak lagi untuk dipertahankan,"

Begitulah komentar Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Sutarman, ketika ditanyai tentang sebuah ormas yang bernama Front Pembela Islam atau FPI. Tak hanya Sutarman, suara-suara lain yang menuntut pembubaran FPI semakin kencang terdengar, bahkan Gubernur Jakarta Basuki T. Purnama alias Ahok ikut angkat pendapat.

Alasan untuk membubarkan kelompok inipun beragam, mulai dari mengganggu kenyamanan masyarakat, menimbulkan keresahan, hingga ada yang beranggapan eksistensi FPI adalah ancaman bagi kebhinekaan bangsa.

Dan saya mengamini semua alasan di atas. Munculnya beragam suara yang kontra dengan eksistensi, pergerakan dan kegiatan FPI merupakan wujud dari lelahnya masyarakat dalam melihat kekerasan dan fanatisme sempit yang selama ini lekat di tubuh FPI. Puncaknya adalah kemarin, ketika aksi demonstrasi menolak Ahok sebagai Gubernur DKI yang mereka lalukan berakhir ricuh, hingga diciduknya Habib Novel, sebagai koordinator demo, oleh Kepolisian.

Tapi apakah opsi pembubaran memang yang paling baik untuk FPI? Saya pikir tidak. Dan akan saya sampaikan alasannya.

Dalam UUD 1945 yang menjadi dasar bagi negara kita, kebebasan untuk berkumpul dan berserikat dijamin kebebasannya. Pada dasarnya memang tidak ada alasan untuk membubarkan organisasi masyarakat, termasuk FPI.

Tidakkah kita lihat kondisi pada masa Orde Baru, dimana organisasi-organisasi independen yang dianggap mengganggu keamanan bisa dengan begitu mudah dibubarkan dan bahkan diburu? Memang betul, organisasi-organisasi seperti FPI tak akan bisa berkembang jika sistem Orde Baru tersebut diterapkan kembali di masa sekarang. Tapi imbasnya akan meluas, bahkan bisa jadi bumerang bagi pihak-pihak yang kontra dengan FPI itu sendiri. Negara akan leluasa untuk menunjuk organisasi mana saja yang dianggapnya "mengganggu stabilitas". Kebebasan akan kembali terpenjara. Demokrasi kita akan kembali dicacati.

Ya, demokrasi. Negara kita adalah negara demokrasi. Bahkan ormas anti demokrasi macam Hizbut Tahrir-pun diberi kebebasan untuk menyuarakan idealisme mereka. Karena demokrasi membuka ruang dan kebebasan bagi seluruh masyarakat untuk berpendapat dan berserikat.

Tapi kebebasan selalu ada batasnya. Inilah kunci yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi ruang gerak ormas-ormas vandalis seperti FPI. Jangan bubarkan mereka, tapi tekan mereka hingga titik dimana mereka tidak punya ruang untuk mengganggu keamanan dan kenyamanan di masyarakat itu sendiri.

Biarlah Habib-Habib itu terus meneriakkan apa yang mereka mau. Biarlah mereka menyuarakan idealisme mereka. Tapi pastikan, setiap oknum yang melakukan pelanggaran hukum, akan menghabiskan tahun-tahun mereka di balik terali besi. Seperti yang terjadi pada insiden demo Ahok kemarin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline