Lihat ke Halaman Asli

D. Rifanto

TERVERIFIKASI

Membaca, menulis dan menggerakkan.

Resep Menulis Esai Beasiswa (LPDP)

Diperbarui: 10 Juni 2024   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menulis esai. Sumber: kompas.id


“Dalam seleksi beasiswa, kita hadir lewat isian registrasi & esai. Isian dan esai itu harus mampu berargumen, berkelahi menjelaskan diri kita dengan baik pada reviewer.”

Ketika mendaftar sebuah beasiswa, kita hadir secara tidak langsung lewat isian registrasi serta esai yang dijawab dengan argumentasi masuk akal, didukung oleh data, fakta, juga alasan penguat. Jika kita ada di sana, tentu saja kita akan berkomunikasi secara langsung. Isi pemikiran dapat dimengerti oleh pendengar melalui suara kita, medium gerak tubuh dan intonasi. Tetapi mulanya, kita tak hadir secara langsung. Mengutip gagasan Roland Barthes, seorang penulis mati dalam tulisannya. Oleh karena itu, tulisan harus kita organisasi secara baik, sehingga ide kita dapat dimengerti oleh pembacanya, yaitu reviewer.

Bayangkan saja jika kita mengisi pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan tergesa-gesa, pendek-pendek, klise, ditambah paragraf tidak saling terhubung. Lebih buruk lagi, terdapat kesalahan ejaan lapis typo di sana-sini. Mamayo!

Sekali lagi, jika Anda adalah seorang reviewer dan ditugaskan membaca esai-esai dan menyeleksinya, apa yang ada di benak ketika membaca esai dengan jawaban serampangan, asal jawab saja, tambah-tambah kalimat biar sesuai acuan jumlah kata? Apakah Anda akan meloloskan berkas itu sampai tahap selanjutnya, dan mengundang orang tersebut dalam diskusi seru serta menyenangkan. Atau malah langsung mengabaikan berkas itu?

Ketika menjadi reviewer, tentu saja berkas-berkas itu akan sobat baca dengan seksama, dan perhatikan betul jawaban-jawabannya. Tebakan saya, sobat akan mencari jawaban-jawaban paling sesuai dengan pertanyaan. Jawaban dibangun dari argumentasi yang masuk akal, saling terhubung, sehingga ide utama dan gagasannya dapat diikuti dengan jelas. Begitu menemukan jawaban demikian, sungguh mati, besar kemungkinan Anda akan melanjutkan membaca hingga akhirnya mencapai sebuah aha momen, “Ah, mantap sampe, ayo kita undang dia untuk wawancara.”

Menulis, terutama dalam dunia akademik menjadi salah satu hal penting dalam mengungkapkan gagasan. Salah satu contohnya adalah dalam penelitian tingkat sarjana dan harus disampaikan dalam bentuk penulisan ilmiah seperti skripsi. Atau artikel akademik, sampai ke penelitian mini melatih berpikir kritis sekaligus ilmiah. Menulis sekali lagi menjadi kecakapan penting, karena tulisan akan menjadi alat komunikasi dalam dunia akademik serta dapat dituangkan dalam berbagai tugas seperti resume, esai, penulisan jurnal, dan lain sebagainya.

Sumber: canva.


Walau begitu, kita punya masalah mendasar terkait persoalan menulis. Sependek pengalaman saya mendampingi teman-teman muda dari berbagai daerah di Indonesia Timur, sa menemukan bahwa banyak merasa kesulitan menemukan gagasan, ide sampai mengembangkan gagasan menjadi sebuah tulisan utuh, runtut dan saling terhubung. Kebanyakan menulis antara pertanyaan dan jawaban, terasa jauh ujung pangkalnya. Menulis adalah kelanjutan dari membaca. Jika kemampuan membaca kita baik, hal ini akan berdampak pada kemudahan dalam mengembangkan gagasan serta memahami hubungan antar idenya. Apakah hal ini tak kita miliki karena belum terbiasa membaca banyak buku (sastra misalnya) sedari sekolah? Celakanya, kemampuan itu harus kita miliki, secara praktis saat mau daftar beasiswa.

Hal itu membawa banyak pertanyaan saat ada pendampingan penulisan esai beasiwa. Beberapa pertanyaan kerap ditanyakan teman-teman adalah “Apa resep menjawab pertanyaan esai beasiswa”? Secara serius saya menjawab, esai yang baik adalah sesuai antara pertanyaan dan jawaban. Itu sebabnya, pemahaman atas pertanyaan memampukan kita menjawab pertanyaan dengan tepat. Dalam hal ini, karena berkaitan dengan pertanyaan esai LPDP, maka menurut saya, kita perlu memahami dengan seksama pertanyaan “komitmen kembali ke Indonesia, rencana pasca studi dan rencana kontribusi bagi Indonesia?”

“Secara serius saya menjawab, esai yang baik adalah adanya kesesuaian antara pertanyaan dan jawaban esai.”

Kalau kita bedah, pertanyaan tersebut memuat tiga hal penting yang mesti kita jawab. Pertama adalah soal komitmen kita kembali ke Indonesia, soal kedua adalah rencana selepas kuliah dan terakhir adalah soal apa rencana kontribusi kita bagi Indonesia. Pertanyaan ini sering sekali saya pahami ulang, dan mengkontekskan dengan pemahaman saya. Misalnya pada soal pertama, saya memaknainya menjadi “mengapa kita kembali ke Indonesia atau mengapa kita kembali ke tempat asal sebelum kita berangkat studi?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline