Lihat ke Halaman Asli

Guru Sang Motivator

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Akhir-akhir ini terjadi sejumlah kejadian memilukan terkait tawuran antar pelajar. Dalam waktu yang berdekatan, paling tidak dua korban meninggal dunia akibat tawuran tersebut. Satu korban dari siswa sebuah SMU di kawasan Blok M, sementara satu korban lagi seorang siswa SMK di Bekasi.

Sejumlah pakar pendidikan memberikan analisanya masing-masing terkait persoalan ini. Persoalan tawuran menjadi satu dari sekian persoalan karut marut dunia pendidikan di Indonesia. Saya ingin sekedar berbagi pendapat soal ini melalui satu tulisan saya yang pernah dimuat di situs www.penerang.com bulan Oktober 2010 lalu. Semoga masih relevan dan bermanfaat.

--------------

Menjadi seorang Guru bukanlah perkara mudah dan biasa saja. Sungguh terdapat tanggung jawab amat besar dan peran strategis di dalamnya dalam membentuk kepribadian seorang anak didik. Istri saya adalah seorang Guru. Saya sering mendengar keluh kesahnya menghadapi tingkah laku anak didik di sekolah. Banyak hal "ajaib" yang mampu dilakukan seorang anak didik. "Ajaib" dalam pengertian di luar perkiraan seorang Guru bahwa ada anak didiknya sanggup melakukan hal-hal tersebut. Sekali lagi, sungguh bukan suatu pekerjaan yang biasa karena membentuk sosok manusia itu pekerjaan luar biasa.

Seorang Guru dapat sangat menentukan masa depan seorang anak didik. Apalagi di zaman seperti ini, di mana interaksi antar orang tua dan anak di rumah sangat terbatas dikarenakan waktu orang tua lebih banyak dihabiskan untuk bekerja. Sementara itu, seorang anak bisa menghabiskan waktunya kurang lebih 7 - 8 jam di sekolah, Senin hingga Jumat, dan mungkin Sabtu jika ada kegiatan ektrakurikuler yang diikuti. Ini artinya interaksi seorang anak, terutama pada usia remaja SMP dan SMU, lebih banyak bersinggungan dengan Gurunya.

Lazimnya, pada usia remaja inilah mulai banyak persoalan yang muncul pada jiwa seorang remaja, baik itu berkaitan dengan persoalan pertumbuhan pribadi dan egonya, maupun persoalan social berkaitan dengan interaksinya dengan orang lain.

Guru yang baik, tidak merasa kewajibannya berhenti ketika ia telah menyampaikan materi pelajarannya kepada anak didik. Akan tetapi, seorang Guru yang baik, akan bertanya apakah materi yang disampaikannya dapat dipahami oleh anak didiknya atau tidak. Jika ada yang tidak dipahaminya, dimana letak permasalahannya, apakah karena bakat dan kecerdasannya tidak pada bidang tersebut, atau ada persoalan personal atau interaksi social yang menyebabkan anak didik tidak dapat memahami pelajaran tersebut.

Untuk ketiga persoalan yang umumnya menjadi permasalahan anak didik dalam menerima pelajaran yakni, bakat dan kecerdasannya, persoalan personal (keluarga), dan persoalan dalan interaksi social, seorang Guru memilik kekuatan untuk menjadi problem solver bagi anak didiknya.

Dalam khasanah pendidikan, kita akan menemui bahwa tiap anak memiliki bakat dan kecerdasan yang khas bagi dirinya masing-masing, seperti kecerdasan kognitif, kecerdasan social, dan kecerdasan psiko-motorik. Ada anak-anak yang cerdas dalam pengetahuan umum, ada yang cerdas dalam interaksi dengan lingkungan, dan ada anak-anak yang menyukai analisis numerical. Setiap mereka memiliki sisi-sisi yang menonjol dari tiap kecerdasan tersebut.

Namun, hal ini bukan sebuah harga mati. Artinya mereka yang tidak memiliki kecerdasan dalam pelajaran ilmu pasti belum tentu tidak dapat mengikuti pelajaran tersebut dengan baik. Hal tersebut sangat tergantung bagaimana seorang Guru memotivasi mereka yang tidak berbakat dalam ilmu pasti untuk dapat mengejar sedikit demi sedikit ketidakmengertiannya agar mencapat kepahaman terhadap pelajaran tersebut.

Saya ingat betul ketika saya duduk di bangku sebuah SMP swasta tidak terkenal di Ciputat. Saya bukan anak yang berbakat dalam ilmu pasti seperti Matematika, bahkan saya cenderung membencinya pada waktu itu. Namun, berkat motivasi yang tinggi dari seorang Guru Matematika, saya lambat laun mulai menyukai pelajaran ini. Cara penyampaian pelajaran yang interaktif dan tidak mendikte, kesabarannya membimbing ketika kita tidak paham, dan kesediannya memberikan penjelasan di luar jam pelajaran membuat Matematika menjadi hal biasa saja bagi saya waktu itu. Saya bersemangat sekali mengikuti pelajaran Matematika, bahkan saya mendapatkan nilai NEM (Nilai EBTANAS Murni) yang tidak jelek. Yang kemudian menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi kami murid-murin sang Guru Matematika tersebut adalah, beliau tidak saja memberikan motivasi yang tinggi dalam pelajaran Matematika, namun beliau menghantarkan kami anak didiknya masuk ke beberapa SMU Negeri di Jakarta. Semua urusan administrasi, beliau yang membantunya. Satu lagi motivasi yang saya ingat adalah, beliau mengatakan bangga dengan sedikit anak didiknya yang mampu masuk ke SMU Negeri. Sebuah pengakuan yang sangat menyenangkan bagi kami, murid sebuah SMP Swasta yang tidak terkenal di Ciputat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline