Lihat ke Halaman Asli

Purnama (mungkin) Tak Datang

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sayup-sayup di lembah raharja terdengar lantunan mantera"padhang wulan",aku menerawang ke ujung kabut.

gunung itu,yang biasa kami,resapi,sang hyang guru gede,mengajarkan,memberi pemahaman,membentuk mental dan karakter kami,setiap 15 penanggalan jawa,kami berkumpul dilembah raharja,melantunkan mantera"padhang wulan"menyambut dewa lang-lang jagad,ya,..kami yakin tuhan menciptakan dunia bukan hanya untuk manusia,

prinsip keseimbangan,yin-yang,.ada yang terlihat ada yang tidak terlihat,ada besar ada kecil,ada hitam ada putih,...

mungkin pembentukan pada diri kami mengkonstruksi pemahaman:"bukan untuk saling memusnahkan,tapi berusaha saling berdampingan,",kikirik belalang dan kicau dekukur malam ini membentuk orkestra alam yang tak mungkin kami lewatkan,

dan kau berkata:adakah guru yang lebih arif dari ini semua teman?,adakah yang lebih bisa ,menempa kita meronce badai,mencecap kabut,dan merangkul terjal?

aku menerawang ke hyang gede,lalu berkata:ibumu dan saudara-saudara kita 15 tahun yang lalu,mereka menjelma purnama,apa mereka sumber kesalahan,ataukah penebus kesalahan?tanyaku,.

kau jawab:bukankah kita yang lebih mengenal semua ini daripada merek-mereka pemuja dunia?,menjelma purnama,aku kira ibuku dan saudara-saudara kita rela,urip mung mampir ngombe,sadermo nglakoni,mereka menjemput hidup yang kasunyatan,jawabmu,..

nanti malam purnama?tanyamu.

ya,mungkin tak datang jawabku..kau hisap dalam-dalam kretek dan menghembuskannya.

kenapa?.

ada peringatan untuk kita segera meninggalakan tempat ini sebelum tengah hari,jawabku..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline