Tim Nasional Indonesia kelompok umur usia 22 tahun akhrinya berhasil memulangkan medali emas sea games cabang sepakbola setelah 32 tahun lamanya tidak dalam pangkuan ibu pertiwi, kemenangan 120 menit di final melawan Thailand dengan skor telak 5-2 menjadi bukti bahwa sepakbola dalam negeri mulai merangkak ke permukaan. Karena berkaca dari pertandingan pertandingan melawan Thailand banyak celotehan netizen yang membuat lelucon kutipan dari Evan Dimas mantan kapten tim nasional senior yakni "semua bisa dikalahkan kecuali Tuhan" menjadi "Semua bisa dikalahkan kecuali Tuhan dan Thailand" .
Yang perlu menjadi sorotan dalam edisi Sea Games kali ini adalah banyaknya orbitan pemain muda yang sudah bermain reguler di klub klub liga satu, kecuali Taufany dan Haekal yang sebelumnya bermain di liga dua, bahkan ada juga yang sudah mencicipi bermain "abroad" di luar negeri seperti Witan Sulaeman, Arhan Pratama, dan terbaru Marselino Ferdinan yang berhasil bermain cemerlang di Dainze, klub Belgia.
Meski bisa dikatakan liga satu Indonesia tidak di jajaran atas jika dibandingkan liga liga di Asean namun akhirnya emas bisa kembali pulang ke pangkuan ibu pertiwi setelah 32 tahun lamanya, liga satu Indonesia per bulan Agustus tahun lalu berada di peringkat keenam di Asean masih dibawah Thailand,Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Singapura menurut data resmi yang dirilis AFC selaku Federasi olahraga Asia.
Yang menjadi ironi adalah meski liga kita berada di peringkat ke 6 di kawasan Asean, namun liga kita menjadi yang termahal di kawasan Asean, dilansir dari lama Bola.com liga satu menjadi liga termahal dikawasan Asean karena liga satu diikuti 18 klub dengan jumlah pemain yang resmi terdaftar sebanyak 625 pemain dengan total nilai pasar sebesar 1,26 Triliun unggul dari liga terbaik Asean yakni liga Thailand yang memiliki nilai pasar 1,24 Triliun, liga negeri gajah putih berada dibawah liga Indonesia karena pemain yang didaftarkan memang lebih sedikit yakni 473 pemain dengan total 16 klub yang berpartisipasi dalam liga tersebut.
Hal ini menjadi ironi karena terlihat liga satu hanya mengedepankan nilai pasar bukan kualitas, liga satu bisa dikatakan tertinggal dari liga Asean yang lain, karena di liga negeri gajah putih sudah ada fasilitas VAR untuk mengurangi kesalahan wasit, sedangkan di negeri kita antar pemain kerap berkelahi satu sama lain karena putusan wasit yang kadang merugikan klubnya, wasit wasit di liga satu kerap mejadi sorotan karena sering memberi keputusan yang menguntungkan salah satu tim yang bertanding, mulai dari keputusan kontroversial memberikan penalti ghaib, hingga keputusan gol yang dianulir karena offside yang sering tidak tepat.
Erick Thohir selaku ketua umum baru PSSI sempat memberikan janji saat menjadi calon ketua umum PSSI kala itu, beliau berjanji akan memasang VAR di musim baru esok, serta menjalankan liga dua yang sempat mangkrak saat itu karena tragedi kanjuruhan. Namun nyatanya kedua janji belum bisa terealisasi saat itu, VAR tidak jadi diterapkan di liga musim depan, dan liga dua tetap mangkrak, lalu keputusan aneh oleh pengurus PSSI sebelumnya yang menyebabkan tidak adanya degradasi menyebabkan ambigu di liga Indonesia, sebab dengan tidak adanya degradasi tentu kontestasi tim di liga satu menjadi menurun.
Sudah sepatutnya momentum kepengurusan baru PSSI saat ini menjadi momentum kemajuan liga Indonesia, karena dengan terciptanya iklim liga yang bagus akan menyebabkan timnas yang bagus pula, jangan hanya mengedepankan nilai pasar yang tinggi namun meninggalkan kualitas itu sendiri. Indonesia yang saat ini liga nya masih tertahan di posisi enam saja mampu memulangkan medali emas Sea Games yang sudah ditunggu para pecinta bola selama 32 tahun lamanya, bayangkan saja jika liga kita setidaknya mampu menjadi yang terbaik di kawasan Asean terlebih dahulu, akan lebih banyak pemain pemain bertalenta yang lahir dari kompetisi tersebut. Karena liga yang baik tentu akan menciptakan timnas yang baik pula, bahkan dengan semakin tumbuh dan berkembanya liga kita, bukan tidak mungkin timnas Indonesia akan merajai kawasan Asia bahkan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H