Lihat ke Halaman Asli

Davina Santosa

Saya senang mencoba hal baru dan melakukan pengkajian mengenai pariwisata.

Berburu Sarapan Peranakan Halal di Casademia Buka Meja, Yogyakarta

Diperbarui: 18 Desember 2023   00:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dokumentasi pribadi.

Makanan-makanan peranakan halal  ini wajib dicoba minimal sekali seumur hidup!

Guliran laman Instagram membawa saya pada satu postingan rumah makan viral di Yogyakarta. Terlihat ramai dikunjungi dengan beberapa santapan menggiurkan di dalamnya. Restoran ini diperkenalkan dengan nama Casademia Buka Meja. Sebuah restoran peranakan 100% halal yang ramai diperbincangkan berbagai linimasa. Restoran viral ini rupanya dimiliki oleh Momicep, seorang tokoh dibalik Golden Geisha Ramen, restoran ramen viral yang juga digemari dan diburu berbagai kalangan.

Berawal dari guliran di Instagram, saya dengan dua saudari saya sepakat menyambangi restoran peranakan tersebut yang letaknya di sekitar pusat Kota Yogyakarta, dekat dengan Tugu, lebih tepatnya lagi berada di Jalan Tri Margo nomor 88, Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Sumber: dokumentasi pribadi

Awalnya, jam kunjungan kami niatkan di pagi hari, alih-alih memburu sarapan. Rupanya, sekitar pukul 11.00 kami baru sampai di tempat, cukup siang untuk sebuah rencana sarapan. Ramainya antrian sudah terlihat sejak kami memarkirkan kendaraan. Sambil menyayangkan kedatangan kami yang hampir tengah hari, dengan penuh harap kami melangkah mendekati pintu utama dan mengambil nomor antrian pada pramusaji yang menjaga. "Mas, ini ngantrinya berapa lama ya?" tanya saya. "Kurang lebih 11 antrian lagi mba," jawab pramusaji. Sempat kami--saya dan dua saudari saya--melirik satu sama lain untuk meyakinkan diri tetap mengantri.

Sulit menemukan tiga tempat duduk sejajar, kami pun terpisah pada bangku-bangku kosong di antara pengunjung yang sedang mengantri. "Silakan mbak, duduk di sini saja. Kosong kok," ajak seorang wanita paruh baya mempersilakan saya duduk di bangku kosong, tepat di sebelah anaknya yang masih kecil. "Terima kasih bu, ke sini sama keluarga bu?" tanya saya mengakrabkan diri. "Iya mbak, sekeluarga. Baru pertama kali nyobain ini," jawab ibu. "Wah, saya juga baru pertama kali bu, biasa, korban Instagram hahaa," lanjut saya memperpanjang obrolan yang ternyata direspon baik oleh ibu, "Kalo saya dari suami mbak, cari-cari tempat makan di TikTok gitu terus kepincut sama ini. Menarik banget kelihatannya." Begitu kira-kira obrolan singkat kami.

Beragam karakteristik pengunjung, mulai dari pasangan, keluarga, hingga sekumpulan ibu-ibu senam terlihat sedang menunggu panggilan nomor antrian mereka. Dalam jangka waktu tak tentu, satu per satu nomor antrian pengunjung diseru oleh pramusaji. Sembari menunggu panggilan, saya mengamati tata cara dan pola pemesanan pengunjung. Kurang lebih seperti ini: mendapat panggilan nomor antrian, memesan menu pada pramusaji di depan pintu masuk, melakukan pembayaran di kasir, dan memperoleh tempat duduk.

Situasi antrian Casademia. Sumber: dokumentas pribadi.

Sekitar 30 menit sejak menduduki bangku antrian, akhirnya pramusaji menyerukan nomor antrian saya yang sepaket dengan dua saudari saya. Untungnya, dengan cepat kami menjabarkan pesanan yang sudah kami catat sebelumnya melalui handphone. Dengan sigap, pramusaji mengarahkan kami pada meja yang tersedia, yakni meja di luar ruangan (outdoor). 

Rupanya, usaha kami mendapatkan hidangan lezat tidak berhenti pada penantian panggilan nomor antrian, tetapi juga pada penantian penerimaan pesanan. Setelah sekitar 25 menit kami menanti, pesanan saya yang pertama kali diantarkan, yakni Bubur Ah Lao Charsiu dengan potongan daging ayam rebus. Didasari niat hati ingin menikmati hidangan bersama-sama, saya turut bertekad menanti pesanan milik kakak dan adik saya. Kami menunggu sekitar setengah jam lagi untuk menerima pengantaran selanjutnya, milik adik saya, yakni Nasi Goreng Mamak. Sesuai dugaan, makanan terakhir yang kami nantikan--Kaya Butter Toast--milik kakak saya juga berjarak sekitar 15-30 menit dari pengantaran sebelumnya. Sungguh waktu yang cukup lama untuk menahan rasa lapar hingga keterlambatan datangnya minuman tidak lagi jadi masalah bagi kami.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline