Lihat ke Halaman Asli

Davina Keisha Salsabila

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Jurnalistik

Wanita-Wanita yang Haram Dinikahi Menurut Al-Qur'an

Diperbarui: 10 Juni 2024   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam, tidak hanya memberikan panduan spiritual tetapi juga mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal  pernikahan. Surah An-Nisa, khususnya ayat 22, 23, dan 24, menegaskan larangan-larangan dan batasan-batasan dalam hal pernikahan, terutama terkait dengan wanita-wanita yang haram untuk dinikahi. Mari kita telaah lebih dalam pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.

  1. Al-Qur'an surah an-Nisa ayat 22 yang berbunyi : 


Artinya : "Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya (perbuatan) itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)".

Ayat ini mengajarkan kepada umat Islam tentang larangan untuk menikahi wanita yang sudah pernah menjadi istri orang lain, kecuali dalam keadaan tertentu yang dijelaskan. Ini merupakan bagian dari etika pernikahan dalam Islam, dimana pernikahan dan perceraian diatur dengan ketat untuk melindungi hak dan martabat wanita. Pernikahan dalam Islam bukanlah semata-mata tindakan formal, tetapi juga memperhatikan aspek keadilan, kesetiaan, dan perlindungan terhadap hak-hak individu, khususnya wanita.

Dalam surah an-Nisa ayat 24 menyebutkan wanita yang haram dinikahi ibu tiri disebutkan pertama, sedangkan ibu kandung disebutkan di ayat selanjutnya. Hal itu karena peluang untuk menikahi ibu tiri lebih besar dibanding menikahi ibu kandung. Karena tidak ada hubungan darah dengan ibu tiri da memiliki hubungan yang longgar. 

  1. Al-Qur'an surah an-Nisa ayat 23 yang berbunyi : 


Artinya : "Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ayat ini menegaskan larangan-larangan dalam menikahi kerabat-kerabat tertentu, seperti ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari ayah, bibi dari ibu, keponakan dari saudara laki-laki, keponakan dari saudara perempuan, ibu persusuan, saudara-saudara sepersusuan, mertua, anak tiri dari istri yang telah dicampuri dan tinggal serumah, menantu, dan dua perempuan yang bersaudara. Tujuan dari larangan ini adalah untuk memelihara keturunan, menghindari konflik kepentingan, dan menjaga hubungan keluarga yang sehat. Pernikahan dalam Islam tidak hanya melibatkan dua individu, tetapi juga mempertimbangkan hubungan keluarga yang lebih luas.

  1. Al-Qur'an surah an-Nisa ayat 24 yang berbunyi : 

 

Artinya : "(Diharamkan juga bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari (istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina. Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah kepada mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Tidak ada dosa bagi kamu mengenai sesuatu yang saling kamu relakan sesudah menentukan kewajiban (itu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Ayat ini menegaskan larangan menikahi wanita yang telah bersuami, kecuali dalam keadaan tertentu seperti budak-budak yang dimiliki. Ini menunjukkan kehati-hatian Islam dalam mengatur pernikahan dan mencegah praktik-praktik yang merugikan individu dan masyarakat. Pernikahan dalam Islam harus didasarkan pada persetujuan dan kesepakatan yang sah, bukan atas dasar kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia.

Surah An-Nisa ayat 22, 23, dan 24 mengandung pesan-pesan yang penting tentang etika pernikahan dalam Islam. Larangan-larangan dan batasan-batasan yang diatur dalam ayat-ayat ini bertujuan untuk melindungi hak-hak individu, memelihara hubungan keluarga yang sehat, dan mencegah praktik-praktik yang merugikan. Pernikahan dalam Islam bukanlah semata-mata urusan duniawi, tetapi juga merupakan ibadah yang dilakukan dengan kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi terhadap Allah dan sesama manusia. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap ajaran-ajaran Al-Qur'an adalah kunci untuk membangun pernikahan yang bahagia, harmonis, dan berkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline