Lihat ke Halaman Asli

Davina IdzniImaniar

Mahasiswa di Bina Nusantara University

Pertandingan Pembawa Petaka

Diperbarui: 1 Desember 2022   05:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Ilustrasi. Situasi di Stadion Kanjuruhan, Malang. (Foto: AFP)

Tepat tanggal 1 Oktober 2022 lalu, terjadi peristiwa naas yang berhasil membuat duka banyak pihak. Stadion Kanjuruhan Malang mengadakan laga sepak bola Arema FC melawan Persebaya yang bersifat laga derby. Namun, sangat disayangkan pertandingan tersebut tidak berjalan baik – baik saja. 

Terjadi tragedi naas yang sangat mengenaskan yang pernah terjadi dalam dunia sepak bola. Saya rasa tragedi Kanjuruhan tersebut merupakan tragedi paling menyeramkan yang pernah saya dengar dalam dunia sepak bola.

Setelah pertandingan antara Arema FC dengan persebaya berakhir dengan skor 2 – 3, terjadi kerusuhan antara suporter Arema FC dengan pihak keamanan yang bertugas menjaga pertandingan tersebut. 

Kerusuhan tersebut terjadi karena diawali ada satu suporter Aremania yang turun ke lapangan karena kekecewaannya terhadap kekalahan Arema FC. Alih – alih petugas keamanan yang berniat untuk mengamankan lapangan dengan mengusir suporter aremania yang turun ke lapangan sepertinya malah membuat suporter Arema FC lainnya ikut turun ke lapangan. 

Banyak Aremania yang emosinya tidak terkendalikan saat mereka turun ke lapangan sehingga mengharuskan lebih banyak petugas keamanan untuk turun tangan mengendalikan kerusuhannya. Rupanya bukan membuat para suporter kondusif malah membuat mereka makin menjadi – jadi. 

Sehingga membuat pihak kepolisian menembakkan gas air mata ke area lapangan dan ke arah tribun. Hal tersebut dilakukan atas dasar tujuan untuk mengendalikan para suporter yang kala itu anarkis dan memudahkan petugas untuk menangkap suporter yang menjadi provokator atas kericuhan saat itu.

Akibat dari tembakan gas air mata yang diluncurkan oleh para petugas di stadion Kanjuruhan tersebut membuat banyak massa di dalam stadion menjadi panik dan berlari – lari menuju pintu keluar untuk menyelamatkan diri mereka masing – masing. 

Karena semua suporter yang ada di stadion serentak mencari jalan keluar, terjadilah desak – desakan yang membuat banyak suporter terjatuh dan terinjak – injak. 

Hal tersebut membuat banyak suporter yang pingsan. Kejadian tersebut menuai banyak kritikan yang menjadi pusat perhatian masyarakat Indonesia bahkan sampai beberapa negara ikut mengomentari kejadian tersebut. Salah satu korban penembakan gas air mata yang selamat dan hidup menjadi saksi kericuhan stadion Kanjuruhan. 

Doni yang merupakan korban yang selamat, sangat menyayangkan penggunaan gas air mata yang disemprotkan oleh aparat kepolisian, karena menurutnya water canon sudah cukup untuk membubarkan kericuhan massa di dalam stadion. Doni sangat kecewa akan penembakan gas air mata yang diarahkan ke tribun stadion, karena di tribun stadion juga banyak perempuan dan anak kecil yang tidak ikut membuat kegaduhan namun ikut terkena dampak gas air mata.

Hal tersebut banyak memakan korban mulai dari suporter yang turun ke lapangan hingga semua penonton yang ada di tribun baik itu ibu – ibu maupun anak – anak. Kepala posko Crisis Center sekaligus kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang drg Wijanto Wijoyo, di Mapolres Malang mengatakan korban dari tragedi Kanjuruhan mencapai 754 korban. Dari 754 korban, 596 orang mengalami luka ringan sedang, 26 orang mengalami luka berat dan 132 orang meninggal dunia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline