Tentu kita masih ingat dengan ajang pencarian bakat yang disiarkan oleh di stasiun Televisi yang beberapa waktu lalu sangat menyita perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Mulai dari Akademi Fantasi Indonesia (AFI), AFI Junior, Indonesia Idol, Idola Cilik, Akademi Pelawak Indonesia (API), Indonesia Mencari Bakat (IMB). Menyusul kemudian X-Faxtor dan The Voice. Dari ajang pencarian bakat itu Indonesia bisa menemukan potensi-potensi luar biasa; seperti Sang Modern Dance anak-anak bernama Brandon, sang penyanyi bermuka dua Hadson, dan sang drummer cewek yang masih anak-anak itu (maaf, saya lupa namanya). Kemudian makin banyak lagi ditemukan talenta-talenta emas di bidang vokalia, yakni; ada Delon, Judika, Mike Mohede, Virza, Fatin, dll. Ada juga nama pelawak baru seperti Sule. (maaf lagi, saya tulis yang mampu saya ingat saja, yang tidak ingat bisa Anda tambahkan sendiri di kolom komentar, hehehe… terimakasih).
Sampai hari ini ajang pencarian bakat itupun masih tetap menarik masyarakat Indonesia. Buktinya Academy Dangdut Indonesia masih bersemangat meramaikan ajang ini. Dan akhirnya bisa menemukan bakat-bakat “dangduter” baru, seperti; Danang dari Madura, Evi dari Masamba. Yang tak kalah menariknya lagi adalah ajang pencarian bakat anak-anak muda yang kreatif dalam menghibur orang, yaitu Academi Stand Up Comedy. Bahkan ajang ini bukan cuma disentralkan di stasiun Televisi saja. Melainkan “door to door” bak seorang sales. Yaitu langsung jemput bola dari kampus ke kampus. Karena ajang ini memang “pass mantab” untuk anak-anak mahasiswa.
Masyarakat Indonesia patut bersyukur dengan berbagai ajang pencarian bakat diatas. Dunia hiburan makin ramai dengan hadirnya talenta-talenta baru. Lalu saya berpikir sekaligus bermimpi. Di dalam “mimpi” itu saya bertanya-tanya; “kira-kira ada yang mau mengadakan acara ajang pencarian bakat Indonesia dalam hal menulis nggak ya?” Lalu, kalau ada yang mau mengadakan, “kira-kira ada peminatnya apa nggak ya?”lalu, kalau ada peminatnya, “kira-kira cukup menarik perhatian masyarakat nggak ya?” lalu, kira-kira apa saja hasil bentuk dan isi tulisan yang ditulis para pesertanya ya? acaranya bagaimana ya? Lalu, siapa pelaksananya ya? Lalu apa hadiahnya ya? lalu, lalu, laluuuuuuuu…… dan lalu, apa tanggapanmu kawan?”
Mengapa Penulis?
Mengapa penulis dijadikan ajang pencarian bakat? Saya termasuk jenis orang yang bergerak lebih antusias jika diberi tantangan baru. Saya juga percaya bahwa masih banyak orang yang demikian. Saat seseorang mendapat tantangan baru, dia akan melakukan usaha lebih keras lagi. Mau tahu buktinya? Enggak usah jauh-jauh deh. Coba kita perhatikan event-event “Blog Competition” yang diadakan oleh instansi atau yayasan yang bekerjasama dengan Kompasiana untuk membuat karya tulis, artikel atau opini tentang sesuatu, maka banyak yang “mendadak penulis” kan? Bener nggak? Nah itu bisa kita jadikan ukuran. Sekalipun masih belum penuh.
Kembali pada pertanyaan, mengapa penulis? Saya ingat dengan kuiz atau game yang sangat menghidur, yang bentuk permainannya adalah seperti ini; dalam satu kelompok yang terdiri dari 4 orang atau lebih. Mereka harus berdiri berbaris ke belakang. Peserta dari belakang diberi tugas oleh si pemimpin acara untuk membaca dan mengingat baik-baik kalimat yang tertera di kertas. Lalu dia harus membisikkan kepada teman di depannya. Demikian seterusnya sampai orang terakhir yang ada di depan. Dan kita tahu hasilnya, banyak yang mengalami kesalahan. Dari orang kedua sampai orang terakhir menangkap kalimat yang berbeda dari orang pertama. Maka orang yang mendengar spontan langsung tertawa terpingkal-pingkal. Mengapa? Karena ada kata-kata yang missing alias hilang.
Dibalik permainan itu saya menangkap sebuah pelajaran, bahwa kemampuan otak kita sangat terbatas untuk mengingat kalimat secara lisan. Padahal itu baru beberapa detik/menit di dengar. Nah, bisa dibayangkan kan. Jika kita hidup bertahun-tahun berganti generasi hanya hidup oleh kalimat-kalimat lisan saja? Sudah barang tentu akan kacau balau, rusak tak tertata. Tak bisa kita bayangkan seandainya, Teks Pancasila, Teks Proklamasi, Teks UUD Dasar itu tidak ditulis, hanya dibacakan secara lisan saja. Wah, bisa rusak bangsa ini. Itu karenanya semua teks harus ditulis.
Impian saya, untuk ke depan menuju Indonesia yang cerdas, berpengetahuan, bermoral dan bermartabat, Indonesia yang teratur, aman dan tentram, dikagumi oleh Negara-negara lain, maka Indonesia membutuhkan banyak penulis. Potensi menulis ini sebenarnya bisa lebih “popular”, lebih “mengungguli” dari semua jenis potensi ajang pencarian bakat yang selama ini meramaikan dunia hiburan. Penulis dapat menebar “pesona” yang lebih dari sekedar tampilan panggung. Penulis dapat mempengaruhi carapandang orang. Penulis dapat mengubah budaya. Penulis dapat mendorong orang. Penulis dapat menambah saudara. Penulis juga dapat menjadi guru yang benar-benar patut “diGUGU” dan “di TIRU” (menjadi teladan dan dapat dipercaya). Sungguh menakjubkan bukan?
Apa yang ditulis?
Untuk mencapai cita-cita Indonesia yang cerdas, berpengetahuan, bermoral, bermartabat, Indonesia yang teratur, aman dan tentram, dikagumi oleh Negara-negara lain, maka dibutuhkan penulis-penulis yang bukan sekedar menulis. Melainkan penulis yang dapat mempengaruhi banyak orang untuk mengalami transformasi (perubahan) diri dan umum. Jadi setiap penulis WAJIB menanamkan dalam dirinya sendiri mengenai apa saja yang ditulisnya. Dengan kata lain, penulis yang masuk dalam kriteria untuk mewujudkan cita-cita diatas adalah penulis yang sudah mengalami transformasi diri terlebih dahulu. Dia wajib untuk banyak MEMBACA terlebih dahulu. Apa yang dibaca? Bacaan utamanya adalah KITAB SUCI. Kemudian buku-buku lain yang memperkaya pengetahuan, buku motivasi, buku yang mencerahkan, buku yang menebar kebaikan, persaudaraan, dan buku-buku lain yang beraroma positip.
Penulis yang hendak mewujudkan cita-cita diatas juga WAJIB untuk mengenal lebih dekat dengan Sang Penulis kehidupan yang abadi, yaitu TUHAN yang mencipta kita. Dia WAJIB menjadi manusia berahklak mulia. Ukuran seseorang yang berahklak mulia dan berbudi luhur dapat dibangun dari sejauh mana dia mengenal Tuhannya. Orang yang mengenal Tuhannya dengan benar, maka ia akan mampu menebarkan pesona sorgawi untuk hadir di bumi. Tebaran pesona sorgawi itu akan mampu menembus ruang dan waktu jika semua DITULIS, DIBUKUKAN, dan DI “PASAR” KAN.