Lihat ke Halaman Asli

(Rase) Sinden Desa Klumpit

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kabar gembira bagi penduduk, Lurah Desa Klumpit akan mantu. Hiburannya? Tayub. Ini berita gembira khususnya bagi para lelaki. Mereka bisa mbeso 1) berhadapan atau berpasangan dengan sinden 2) yang mereka kagumi. Tayuban tidak sering terjadi karena hanya orang kaya yang mampu menyewa kelompok waranggono 3) lengkap dengan sinden. Lurah Desa Klumpit adalah salah satu orang kaya.

Sore itu, Rase berangkat menuju desa Klumpit yang terletak di atas bukit. “Hati-hati, Cung. Kamu jangan ikut berjudi,” Mbok Tamirah berpesan, wanti-wanti. Rase tidak mengerti ada hubungan apa antara tayuban dan judi. Sejak dia pindah ke desa Tluwe, sepuluh tahun yang lalu, ini adalah pertama kali Rase menyaksikan tayuban. Judi selalu menjadi pelengkap dalam setiap keramaian seperti tayub. Dalam judi biasanya terjadi keramaian yang lain tepatnya keributan. Karena itu, Mbok Tamirah mengingatkan Rase untuk tidak terlibat dalam perjudian.

Keramaian telah dimulai ketika Rase tiba di pendopo kelurahan. Waljini sedang mengalunkan tembang tentang rasa kasmaran. Para pria yang sudah hadir berebut untuk mbeso. Meskipun tidak ada aturan tertulis, yang muda mempersilakan yang tua untuk mbeso pada giliran pertama.

Malam makin larut, pertunjukan semakin meriah. Para lelaki setengah mabuk tuak mbeso tanpa aturan, tidak perdulikan irama gamelan. Mereka mbeso sekenanya, sejadinya. Rase akan segera pulang. Lebih dulu dia ingin melihat mereka yang berjudi di pekarangan belakang rumah Lurah Desa Klumpit. Ada keributan. Seorang penjudi sedang berbantah-bantah dengan bandar. Penjudi itu menuduh bandar telah berlaku curang. Tidak terima atas tuduhan itu, bandar menyuruh dua orang pengawalnya menghajar si penjudi.

“Lho, sampeyan bermain kasar. Sampeyan tidak tahu siapa saya? Kolomonggo, anak Lurah Wadhung,” kata si penjudi.

“Kami tidak perduli sampeyan siapa, tetapi jangan menuduh sembarangan.”

Sementara itu, Waljini melantunkan tembang andalannya Jago Kluruk 4). Tembang yang berkisah tentang seorang lelaki yang berusaha untuk mempertahankan dan membela kekasihnya. Seperti seekor ayam jantan, dia kluruk. Dia berkokok menantang siapapun yang hendak merebut kekasihnya.

Karena namanya tidak membawa pengaruh apapun terhadap dua orang pengawal bandar, Kolomonggo merasa terhina. Dia meradang. Dia kluruk menantang. Perkelahian tak terhindarkan. Pengawal Kolomonggo segera membantu majikannya menyerang pengawal bandar. Mereka saling pukul, baku hantam. Para penjudi lain segera menepi, menjauh. Rase melihat semua kejadian itu. Dia heran melihat jurus-jurus mereka yang sedang bertarung, seperti ada yang dikenalnya. Tetapi, sungguh berbeda.

Diam-diam Rase mengambil empat butir kerikil. Disambitkannya keempat kerikil itu masing-masing ke tengkuk mereka yang sedang bertarung. Keempat lelaki itu sempoyongan, maju, dan menubruk lawan masing-masing. Karena tidak ingin limbung, mereka menangkap lawan, mereka berpelukan.

Penonton bersorak riuh, menganggap bahwa para petarung telah berdamai. Penonton tayub juga bersorak riuh. Waljini segera pulang. Pesta telah usai.

Pesan Moral:

Dalam keramaian judi, jika ada yang curang pasti ada keributan. Kecurangan selalu menimbulkan keributan.

----------------------------

1) mbeso = menari, berjoged

2) sinden = penyanyi

3) waranggono = penabuh gamelan

4) Jago Kluruk = ayam jantan berkokok

CERITA RASE LAINNYA BISA DIBACA DI Prajurit Telik Sandi Mahapatih Gajah Mada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline