Lihat ke Halaman Asli

Subyektif, Penilaian 10 Cerpen Favorit FFK 2011 (Bag.2)

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13012424211330350011

Ungkapan ‘bahasa menunjukkan bangsa’ bisa berarti bahwa ‘kebangsaan’ seseorang dapat ditunjukkan melalui bahasa yang dipakainya. Kita bisa mengetahui ‘kebangsaan’ sebuah cerpen melalui bahasa yang dipakai dalam cerpen tersebut. Mari kita melihat ‘kebangsaan’ 10 cerpen yang telah dipilih oleh Ragil Koentjorodjati menjadi 10 cerpen favorit (10CF). Penilaian ini sangat subyektif. Artinya, penilaian yang serba ‘ngasal’ sesuai dengan pemahaman saya yang serba ‘ngasal’ juga.

10CF tersebut adalah:

1. Aku di Antara Karma dan Sesal. (Ramdhani Nur, Herlya Annisa, Santy Novaria)

2. Dalam Perjalanan Pulang. (Andi Gunawan, Suri Nathalia)

3. Aurora. (Ge, Mamar, Mimin, Dorma)

4. Saksi Mata. (Ouda Saija, Babeh Helmi, Annisa F. Rangkuti)

5. Bahagia Paling Sederhana. (Santy Novaria, Irsyam Syam)

6. Kutuk Kembar Anima. (Mia Imagina, Dee Dee Sabrina)

7. Menyibak Selimut Malam.(Rusdianto, Endah Raharjo, Herlya Annisa)

8. Air Mata Kumiko. (Kine Risty, Ramdhani Nur, Ihya Ulumuddin)

9. Persembahan Terakhir untuk Cinta. (Fitri Puspita Hapsari, Fatwaningrum)

10. Kisah Sang Katak Petualang. (Ahmed Tsar Blenzinky, Sari Novita, Annisa Rangkuti, Meddy Danial)

Catatan: Persembahan Terakhir untuk Cinta lebih berupa puisi dari pada cerpen. Karena itu, karya tersebut tidak saya masukkan dalam penilaian.

CERPEN ITU CERITA PENDEK

Dibahas pada Bag.1

BAHASA MENUNJUKKAN CERPEN

Secara sepintas, Aku di antara Karma dan Sesal mengandung 2 kesalahan yang tidak mendasar dari segi kebahasaan. Pertama, penggunaan tanda kutip/petik. Seharusnya setelah tanda kutip/petik segera disusul dengan kata bukan dengan spasi. Ke dua, penggunaan kata ‘taxi’ dalam dialog seharusnya ditulis ‘taksi’.

Dalam Perjalanan Pulang juga mengandung 2 kesalahan ‘kecil’ yang lebih merupakan salah ketik. Pada paragraf 3, “Kalau pun kamu harus pulang,” lanjutku, “pulanglah ke sini.” mestinya ditulis “Kalaupun kamu harus pulang,” lanjutku. “Pulanglah ke sini.” dan pada paragraf 4 salah ketik ‘tanganku kananku’ pasti yang dimaksud adalah ‘tangan kananku’.

Aurora mengandung beberapa kejanggalan dalam segi kebahasaan. Ini beberapa di antaranya:

Paragraf 1, kalimat 2. Entah kenapa setiap aku melakukannya setiap hari, …. merupakan pengulangan kata yang tak perlu, bisa diganti menjadi Entah kenapa, setiap kali aku melakukannya, ….. (selain itu, kata ‘setiap’ selalu menunjukkan ‘benda’).

Paragraf 1, kalimat 4. …. senyum terbaikmu.” batinku sendiri. akan lebih baik seperti ini …. senyum terbaikmu,” batinku sendiri.

Paragraf 1, kalimat 5. …. dan langsung berangkat mengajar ke sekolah SMA Negeri sebaiknya …. dan langsung berangkat ke sekolah SMA Negeri untuk mengajar

Paragraf 2, kalimat 2. Saat ini menjadi guru adalah aktivitas yang rutin aku lakukan sebaiknya Saat ini, mengajar adalah aktivitas yang rutin aku lakukan (catatan: yang menjadi aktivitas adalah mengajar, bukan menjadi guru).

Paragraf 2, kalimat 4. …. remaja yang sedang puber-pubernya membuatku …. sebaiknya …. remaja yang sedang puber membuatku …. atau …. remaja yang sedang dalam masa puber membuatku …..

Paragraf 2, kalimat 5. Pelajaran yang kuberikan bukanlah pelajaran sulit, hanya pelajaran Astronomi akan lebih baik jika menjadi Astronomi, pelajaran yang kuberikan, bukanlah pelajaran yang sulit

Sekian saja penilaian terhadap Aurora dari segi pemakaian bahasa. Pembaca dipersilahkan memberikan penilaian mereka sendiri terhadap cerpen tersebut.

Saksi Mata mengandung sedikit saja kejanggalan dalam penggunaan bahasa seperti Beberapa penumpang bersamaku menunggu. (paragraf 1, kalimat 3). Kalimat ini bisa diganti Beberapa calon penumpang menunggu bersamaku. Dan kalimat Kebanyakan sibuk dengan HP mereka sendiri-sendiri (paragraf 1, kalimat 4) bisa diganti menjadi Kebanyakan mereka sibuk dengan HP masing-masing. Selebihnya, ok.Saya suka dengan kalimat-kalimat pendek dalam cerpen ini, khususnya pada bagian 3 setelah DUAARRR.

Kompasianer yang berkolaborasi menulis Bahagia Paling Sederhana, nampaknya, melakukan keanehan dengan mencetak miring (italic) setiap dialog (percakapan dengan orang lain) maupun monolog (percakapan dengan diri sendiri/dalam hati). Selain itu, cerpen ini juga mengandung kesalahan seperti pada cerpen Aku di antara Karma dan Sesal, adanya spasi/ruang kosong setelah tanda petik/kutip.

Bagian 2, kalimat 2: Tampaknya dia sasaranku malam ini?” Sungut malaikat berpakaian serba putih. mengandung 2 kejanggalan yaitu pemakaian tanda tanya untuk kalimat pernyataan dan pemakaian huruf kapital pada kata ‘sungut’. Selebihnya, oke punya.

Kutuk Kembar Anima adalah cerpen terpanjang dalam 10CF. Sekalipun demikian, hampir tak ditemukan kesalahan dari sisi penggunaan bahasa dalam cerpen ini. Hanya saja, terlalu banyak kata dan frasa dalam cerpen ini yang bisa mengganggu kenikmatan membaca. Andai saja penulis menggunakan ungkapan yang lebih efisien dan efektif, cerpen ini akan lebih ‘enak dibaca dan perlu’. Bravo.

Menyibak Selimut Malam, sama seperti Kutuk Kembar Anima, hampir tidak mengandung kesalahan dalam penggunaan bahasa. Satu-satunya kesalahan adalah beberapa bagian monolog tidak diberi tanda baca, sehingga terkesan sebagai narasi. Beberapa salah ketik memang ada, namun itu masih bisa dimaklumi, demikian juga kata ‘bergeming’ seharusnya ‘tak bergeming’.

Tak salah rasanya jika Ragil Koentjoro memilih Air Mata Kumiko menjadi salah satu cerpen favoritnya. Kesalahan penggunaan bahasa dalam cerpen ini hanya penulisan nama yang sering salah ketik, Kumiko terkadang terketik Kumiku, atau Shinosuke terketik Shinosuko. Pada bagian dua, flash back ke masa sebelum keberangkatan Bayu untuk berlayar, penulis menggunakan huruf kapital ‘Ayahnya’ yang seharusnya ‘ayahnya’. Selebihnya, two thumbs up!

Ketika Ragil Koentjoro memilih Kisah Sang Katak Petualang sebagai salah satu cerpen favorit, kemungkinannya adalah karena cerpen-cerpen lainnya belum tayang (belum dipublish). Apa boleh buat, saya ‘terpaksa’ memberi penilaian cerpen ini sebagai cerpen anak-anak dengan bahasa yang tidak untuk anak-anak. Terlalu banyak dialog yang tidak perlu, yang seharusnya dapat diringkas dalam bentuk narasi. Cerita dimulai dengan setting bahwa si pencerita sedang berada di hadapan sejumlah anak. (Tahukah kalian, katak paling senang hidup dimana? Benar, binatang ini paling senang hidup di rawa-rawa. Maka dari itu ya, banyak dari binatang itu akan senang bila rawa tempat hidup mereka diguyur hujan. Para katak akan saling berbunyi bersahutan ketika hujan membanjiri rumahnya.) Jika kita susun ulang menjadi begini (Tahukah kalian, katak paling senang hidup di mana? Benar! Binatang ini paling senang hidup di rawa-rawa. Karena itu, katak-katak akan senang bila rawa - tempat hidup mereka - diguyur hujan. Para katak akan saling berbunyi bersahutan ketika hujan membanjiri rumah mereka.)

Demikianlah subyektifitas saya dalam menilai 10CF. Saya adalah seorang penganut peribahasa ‘gajah dipelupuk mata tak nampak, kuman di seberang lautan nampak’. Saya tidak bisa melihat ‘gajah’ saya sendiri, tetapi saya dapat melihat ‘kuman-kuman’ dalam 10CF ini. Hoahoahoahoahoa.

Iklan: Belajar Bhs Indonesia tingat Dasar (dasar bandel, dasar cerewet)

Selanjutnya,

PENTING GAK PENTING, YANG PENTING CERPEN

PLOTAT PLOTOT BERKOMPLOT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline