Lihat ke Halaman Asli

Membangun "Tinta Emas" Peradaban Islam di Era Milenial

Diperbarui: 17 Desember 2018   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : https://kashmirobserver.net


Aksi terorisme dan tindakan kekerasan atas nama agama jamak kita jumpai di negeri ini. Dari aksi dan tindakan ini membuat sebagian kalangan, khususnya non Muslim, mempertanyakan kembali slogan Islam sebagai agama pembawa rahmat (rahmatan lil alamin) (Maufur, 2012, h. 92). 

Islam yang seharusnya dapat dimaknai sebagai agama pembawa kedamaian dan ketentraman justru harus ternoda atas ulah sebagian kelompok yang tidak bertanggungjawab. Kasus-kasus intoleransi seakan memukul panji Islam sebagai agama perdamaian dan kemanusiaan. 

Berbagai peristiwa intoleransi yang terjadi kerap menambah cacatan buram para penganut agama Islam---terdiskriminasi dan terpojokan---khususnya di negara yang secara penduduk minoritasAtas kejadian memilukan ini, narasi yang berkembang di negara yang berpenduduk mayoritas non Muslim---sebut saja di Eropa dan Amerika---muncul terma Islamipobhia.

Dampak Islamipobhia yang terjadi di Barat, penganut Islam yang tidak melakukan aksi terorisme, kerap mendapat stigma negatif dan tindakan diskriminasi. Banyak di jumpai di beberapa kawasan Eropa dan Amerika, pihak imigrasi di negara-negara tersebut mencegal bahkan mendeportasi hanya karena penampilan kearab-araban. Padahal, tidak semua Muslim ikut bahkan suka dengan tindakan yang dilakukan sebagian kelompok yang mengatasnamakan Islam tersebut. 

Inilah tantangan bagi kelompok Islam yang memiliki paham moderat dan sudah saatnya menyebarkan kembali visi-misi dakwah yang ramah, merangkul, dan mengakomodir kelompok-kelompok lemah (mustadafin). Kita tunjukkan kepada dunia bahwa Islam bukan pemarah, berwajah suram, atau sebutan lainnya.

Substansi ajaran Islam sejatinya saling mengasihi dan mencintai sesama manusia. Bukan ajaran yang menjerumuskan ke dalam kubangan paham fundamental, bertindak intoleran, dan tidak menghargai sesama. Pun demikian, Islam bukan pula agama yang kasar sehingga ketika melakukan amar ma'ruf nahi munkar dengan cara-cara kekerasan maupun intimidasi. 

Titik pointnya adalah, Islam jangan dipandang secara sempit, tekstualis, dan tidak terjebak ke dalam pemikiran kejumuddan. Tetapi bagaimana Islam mampu menjawab tantangan zaman dengan cara open minded, out of the box, inklusif, dan siap menerima berbagai kritik yang membangun.

 

Re(maknasasi) Tektualitas Ayat-Ayat Tuhan 

Tafsir ayat-ayat Tuhan yang menyejukan dan menjembatani keragaman harus menjadi agenda utama untuk meminimalisasi tindakan intoleransi dan aksi terorisme. Bukan terjebak ke dalam tafsir yang tekstualis sehingga dalil al-Qur'an sebagai landasan kuat menjadi acuan bertindak para mujahid dalam berjihad. Tafsir jihad harus dimaknai dengan menjunjung tinggi nilai perbedaan (tsamuh), kasih sayang (rahmah), dan kebijaksanaan (hikmah).  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline