Pada 30 Juni Tahun 2024, kondisi keuangan Sritex menunjukkan ketidakseimbangan yang sangat serius. Kas yang dimiliki perusahaan hanya sebesar 4.610.853, sedangkan kewajiban jangka pendeknya mencapai 131.417.775.
Di sisi lain, utang bank Sritex juga sangat besar, yaitu 809.994.386. Ketimpangan antara kas yang tersedia dan kewajiban jangka pendek ini mengindikasikan bahwa perusahaan tidak memiliki kapasitas untuk memenuhi kewajiban tersebut tanpa menambah pinjaman baru atau menjual aset tetap.
Namun, opsi untuk meminjam kembali ke bank menghadirkan tantangan besar karena beban bunga yang harus ditanggung akan terus bertambah tanpa memberikan manfaat produktif. Beban bunga ini menjadi biaya tambahan yang terus berjalan setiap periode dan menguras kas, meskipun perusahaan tidak lagi mendapatkan hasil produktif dari pinjaman tersebut.
Sementara itu, beban terbesar lainnya tetap berasal dari biaya persediaan dan gaji karyawan. Oleh karena itu, langkah untuk mengurangi jumlah karyawan dipandang sebagai upaya mengurangi beban operasional, sehingga perusahaan dapat memperkecil risiko bangkrut atau bahkan penutupan total.
Jika pada akhirnya Sritex terpaksa menutup operasi, kewajiban pembayaran utang kepada bank, pajak, dan gaji karyawan yang belum terbayar akan menjadi beban tambahan yang harus dilunasi.
Pelunasan ini hanya dapat dilakukan melalui kas yang tersedia atau hasil penjualan aset tetap, namun nilai aset tersebut belum tentu cukup untuk menutup seluruh utang yang ada. Kondisi ini berisiko menciptakan kerugian besar dan dampak negatif bagi banyak pihak, serta mempercepat risiko kebangkrutan perusahaan.
sumber : laporan keuangan sritex
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H