Tak terasa dalam hitungan bulan, kita akan memasuki masa-masa kritis apa yang disebut dengan masa transisi kepemimpinan. Fase yang dimulai dengan pemilihan para wakil kita yang akan duduk di kursi "panas" legislatif baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat, kemudian tahapan berikutnya yakni memilih orang nomor satu di negeri ini. Patut menjadi renungan bagi kita karena moment-moment tersebut menjadi tahapan penting dalam perjalanan bangsa kita selanjutnya..
Tak terasa ramadhan begitu cepat berlalu, idul fitripun seolah tertelan waktu lalu. hal menarik yang menjadi kaitan dengan moment diatas yakni hampir tak pernah luput dari perhatian kita di setiap sela-sela acara televisi, di sampul media cetak, majalah-majalah semua memanfaatkan moment puasa dan lebaran sebagai langkah narsis dengan memasang foto untuk memperkenalkan diri dalam cantuman nomer urut parpol tertentu. tak luput pula dalam setiap perjalanan kita, setiap sudut kota, kampung-kampung, bahkan yang membuat miris, di tempat ibadahpun menjadi alat dalam berkampanye gelap tersebut. karena sebagaimana kita ketahui tempat ibadah BUKAN SARANA UNTUK BERPOLITIK!!
Ketika kita menilik hal di atas tentu kita telah bisa memahami, ketika gong kampanye belum dibunyikan sebagai simbol dimulainya masa-masa perkenalan diri, Sudah melakukan pencurian start untuk menarik simpati, menciptakan citra dan persepsi dsb. cukup bagi kita untuk mengetahui kualitas para narsisor "orang-orang narsis" tersebut tidak taat aturan. Bagaimana mungkin beliau-beliau yang dengan senyum manisnya terpampang dalam ilegal campaign apabila terpilih nantinya sebagai anggota parlemen akan menjalankan tugas dengan baik, jika di awal-awal sudah tidak taat pada aturan. huft...
Mereka yang nantinya bertindak sebagai pembuat undang-undang, namun aturan main sudah mereka langgar sedari dini..maka kita memerlukan keberhati-hatian yang sangat dalam untuk memilih perwakilan kita di parlemen...
Nanti, ketika pemilu parlemen telah terlewati, Kita akan dihadapkan dengan pilpres. di negeri yang membentang dari sabang hingga merauke, diapit dua benua dan dua samudera yang 2/3 wilayahnya berada di lautan. yang SDA nya melimpah tak terhingga, dari seluruh jenis mineral yang ada, semuanya terdapat di negeri ini. Memilih orang nomor satu, yang akan memegang tongkat amanah dari etafe estafet pemegang tongkat sebelumnya. Sekaligus memegang amanah cita-cita bangsa.
Apabila kita menyaksikan dan mengikuti, berbagai media telah mulai menyoroti sosok yang dianggap layak untuk memegang amanah tersebut. berbagai lembaga surveipun mulai melakukan ''aksinya" untuk menyusun daftar yang mereka rilis, setelah melakukan riset dengan berbagai metode yang dilakukan.
Dalam survei nasional elektabilitas calon presiden yang digelar Lembaga Klimatologi Politik (LKP) yang dipublikasikan Senin, 02 September 2013. Joko Widodo kembali unggul dalam hasil survey calon presiden 2014 dengan 19,6 persen Di urutan selanjutnya ada Wiranto dengan 18,5 persen, Prabowo Subianto (15,4), Jusuf Kalla (7,6), Aburizal Bakrie (7,3 persen), dan Megawati (6,1). Berikutnya, Dahlan Iskan (3,4), Rhoma Irama (3,4), Mahfud Md. (3,3), Hatta Rajasa (2,5), dan Surya Paloh (2,4). Tokoh lainnya 1,3 persen. Sebanyak 9,2 persen responden mengaku belum punya pilihan. survei dilaksanakan pada 12-18 Agustus di 33 provinsi. Populasi survei ini adalah seluruh calon pemilih dalam pemilu 2014. Jumlah sampel 450 responden. Sampel diperoleh melalui teknik pengambilan secara berjenjang atau multistage random sampling.
Margin error sebesar 4,6 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara via telepon
Jokowi memang cukup fenomenal, hampir seluruh lembaga survei hingga saat tulisan ini dibuat, mencatatkan namanya bertengger pada posisi puncak teratas. Berbagai gebrakan yang dilakukan membuat berbagai orang berdecak kagum.
Apabila kita menelaah lebih dalam, sebenarnya kita perlu mencermati apakah telah layak jokowi akan duduk di kursi nomer satu republik ini, mengingat kompleksitas dalam memimpin negara memiliki skala yang jauh lebih besar.
Pemimpin negara memerlukan fluence yang kuat baik internal (dalam negeri) maupun eksternal (hubungan diplomatik luar negeri), substansi kepemimpinan tadi sangatlah penting dalam memutar roda pemerintahan. mengendalikan alat-alat negara, penegakan supremasi hukum, memutar laju pertumbuhan dan perekonomian hingga meningkatkan indeks pembangunan manusia, yang seutuhnya akan membangun kualitas manusia indonesia. Tentunya hal tersebut harus mensyaratkan daya juang yang tinggi dan kualitas intelektual yang mumpuni. dalam pengaruh eksternal, Pemimpin memerlukan karismatik yang kuat dalam membangun hubungan diplomatik baik dalam tingkat bilateral, regional, multinasional, maupun internasional, sehingga memiliki bargaining power dalam menjalankan national extern activity. yang menjadi pertanyaan besar, sudahkah hasil survei yang menjadi representasi kita, cukup memenuhi beberapa persyaratan kepemimpinan tersebut?