Di tengah hiruk-pikuk Jakarta yang tidak pernah tidur, sebuah fenomena menarik mulai mencuat ke permukaan.
Media sosial Indonesia belakangan ini disibukkan dengan unggahan yang menyoroti sisi gelap dari tren kendaraan listrik yang sedang booming.
Sebuah akun "wall of shame" muncul khusus untuk mempermalukan mereka yang melanggar etika di area pengisian kendaraan listrik (SPKLU). Parkir sembarangan.
Sangat disayangkan, mayoritas pelaku disinyalir datang dari kalangan terpelajar dan berekonomi mapan.
Data dari GAIKINDO mengungkapkan bahwa 80% pemilik kendaraan listrik adalah eksekutif dan profesional dengan penghasilan di atas Rp 25 juta per bulan.
Namun, seperti kata pepatah, pendidikan tinggi dan dompet tebal ternyata tak selalu sejalan dengan kesadaran sosial yang baik.
Bentuk-bentuk pelanggaran dan siapa pelakunya?
Pelanggaran yang terjadi bervariasi. Yang paling umum adalah "parkir dan pergi" - di mana pemilik mobil mengisi daya kendaraannya namun kemudian menghilang entah ke mana, mengabaikan fakta bahwa pengisian sudah selesai. Padahal status pengisian bisa dipantau lewat smartphone.
Lebih parah lagi, beberapa oknum bahkan menggunakan area SPKLU sebagai tempat parkir gratis tanpa mengisi daya sama sekali.