Ada sebuah pepatah Jawa berbunyi 'ono rego ono rupo'. Secara sederhana bisa diartikan bahwa harga mencerminkan kualitas barang. Barang dengan harga tinggi umumnya memiliki kualitas yang lebih baik daripada barang dengan harga murah.
Walaupun tidak harus selalu demikian. Tetapi barang bagus biasanya dibanderol dengan harga tinggi.
Pepatah tadi pun relevan dengan universitas berbiaya mahal. Kampus berbiaya mahal umumnya kampus top. Sebagai contohnya, saya ingin membahas tentang kampus di Australia, yang menjadi salah satu negara tujuan kuliah favorit mahasiswa asing.
Australia punya kampus-kampus dengan reputasi ternama. Saat ini ada 13 kampus di Australia yang masuk top 200 (Theconversation, 2021), antara lain: University of Melbourne, Australian National University, University of Queensland, University of Sydney, University of New South Wales, Monash University, University of Western Australia, University of Adelaide, University of Technology Sydney, University of Wollongong, Macquarie University, Curtin University, Queensland University of Technology.
Padahal pada tahun 2019, hanya ada 8 kampus Australia yang masuk peringkat dunia. Bertambahnya jumlah kampus yang masuk peringkat top dunia ini semakin menambah daya pikat Australia pada mahasiswa internasional.
Mahal uang kuliahnya, tinggi peringkat kampusnya
Ada sebuah penelitian yang mencari hubungan apakah ada korelasi antara mahalnya international tuition fees dan peringkat kampus di Australia.
Dua peneliti bernama Huckel dan Ramirez, dalam Studymove 2020, mengungkapkan bahwa ranking universitas yang tinggi memang berkorelasi dengan tingginya uang kuliah. Faktanya kampus-kampus berbiaya mahal di Australia, masuk dalam ranking top dunia. Sebaliknya pula, kampus dengan uang kuliah seadanya, rankingnya berada di urutan bawah.
Kampus dengan uang kuliah tinggi berada pada ranking tertinggi, dan sebaliknya. Kampus dengan uang kuliah kecil, rankingnya ternyata rendah.