Jack Ma, nama yang mungkin dikenal oleh sebagian besar orang. Selain sebagai pendiri perusahaan e-commerce raksasa dunia Alibaba, ia juga dikenal sebagai salah satu motivator ulung kelas dunia. Dalam satu sesi motivasi, Jack Ma berbicara dan menuliskan beberapa perhitungan sederhana di papan tulis.
Pertama dia tuliskan 2+2= 4, lalu 4+4= 8, baris berikutnya 8+8= 16, dan terakhir 9+9= 19.
Tulisan terakhir ini membuat riuh peserta. Ini kan hitungan matematika yang sangat mudah. Peserta merasa aneh dan sempat mengira bahwa Jack Ma salah menulis jawaban pada penjumlahan terakhir. Jelas-jelas 9+9=18, bukan 19 sebagaimana dia tulis.
Peserta pun lantas riuh menyoraki Jack Ma. Tak disangka, Jack Ma malah tersenyum dan dengan tenang mengakui baris terakhir itu salah.
“Tiga dari jawaban saya sebelumnya semua benar, tetapi kenapa kalian tidak memuji saya? Lantas hanya fokus melihat kesalahan saya pada satu soal tersebut?”
Perkataan Jack Ma ini seketika membungkam seluruh peserta.
Kebanyakan manusia memang mudah bereaksi saat terlihat kesalahan pada orang lain, membesar-besarkannya, dan meniadakan seluruh kebaikan yang pernah diperbuat orang tersebut. Hal yang mirip juga terjadi pada UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh DPR.
Mungkin masih ada pasal-pasal yang tidak sesuai harapan, atau malah dianggap melanggar konstitusi. Untuk pasal-pasal ini judicial review sangat dimungkinkan. Namun, untuk pasal-pasal yang mengatur agar tidak tumpang tindih antara sesama Undang-Undang, tidak perlu lah ditolak. Ini kan pasal yang baik tujuannya.
Tidak Mudahnya Berusaha di Indonesia
Gagasan membuat RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law pertama kali dilontarkan Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019.
Kegelisahan atas kalah cepat perkembangan industri di Indonesia terhadap negara tetangga, misalnya banyak pengusaha memilih menanamkan modalnya di Vietnam. Beberapa bahkan menutup usahanya dan memilih pindah ke Vietnam.