Lihat ke Halaman Asli

David Darmawan

Direktur utama PT Betawi Global Korporatindo, pendiri SOCENTIX dan mantan dirut PT Redland Asia Capital Tbk. (IDX: PLAS) Ketua Umum ORMAS Betawi Bangkit.

KPUD Jakarta dan Pilkada 2024: Di Mana Betawi? Saatnya Transparansi, Inklusi dan Keadilan bagi Budaya Lokal

Diperbarui: 8 Oktober 2024   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUMBER: FOTO Ketua KPUD Jakarta, Wahyu dinata, beritajakarta.id  (c) 2024, Editor : Toni Riyanto.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024 seharusnya menjadi momentum penting untuk menunjukkan bahwa Jakarta sudah mendapatkan status kekhususannya, tetapi juga sebagai simbol keberagaman dan keadilan budaya yang sejak lama dari awal perjuangan bangsa kita melwawan penjajah asing. 

Namun, dalam pelaksanaannya, KPUD Jakarta justru menciptakan ironi besar

Dengan anggaran ratusan miliar dan dukungan undang-undang yang seharusnya memprioritaskan kearifan lokal, budaya Betawi -- sebagai inti dari identitas Jakarta -- justru diabaikan secara sistematis.

Pilkada yang semestinya menjadi pesta demokrasi inklusif ini tampak kehilangan esensi lokalnya, menghilangkan representasi suku Betawi dalam berbagai elemen penting, mulai dari iklan, acara debat, hingga simbol-simbol budaya yang seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari Jakarta. 

Sebagai suku asli yang telah memberikan tanah dan budayanya demi kemajuan ibu kota, ketiadaan Betawi dalam penyelenggaraan Pilkada 2024 menjadi tanda tanya besar yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.

UU No. 2 Tahun 2024: Simbol Kekhususan Jakarta yang Diabaikan

SUMBER: Unsur Pimpinan KPUD Jakarta, KPUD ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww. (c) 2024.


Salah satu elemen terpenting dalam Pilkada Jakarta kali ini adalah hadirnya Undang-Undang No. 2 Tahun 2024 tentang Kekhususan Jakarta. 

UU ini menggarisbawahi pentingnya menjaga dan melestarikan budaya Betawi sebagai bagian dari identitas Jakarta yang khas. Bahkan, UU ini mengamanatkan pembentukan lembaga adat dan dana abadi untuk melestarikan seni dan budaya Betawi. 

Namun, ironisnya, dalam perhelatan besar Pilkada yang diharapkan mampu mencerminkan semangat kekhususan Jakarta, KPUD justru gagal menghormati budaya yang menjadi esensi dari undang-undang ini.

Dalam berbagai acara resmi Pilkada, tidak ada satupun unsur budaya Betawi yang ditampilkan secara layak. 

Dari cara berbusana pembawa acara yang jauh dari kesan Betawi, hingga ketiadaan elemen-elemen budaya seperti pantun pembuka, palang pintu, atau tarian-tarian khas Betawi. Seolah-olah KPUD Jakarta melupakan bahwa Jakarta memiliki warisan budaya yang patut dijunjung tinggi dan diperkenalkan kepada dunia, terutama di momen penting seperti Pilkada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline