Sedia Payung Sebelum Hujan
Bulan Februari lalu, wabah Corona sudah melanda dunia namun di Indonesia masih tenang-tenang saja. Masyarakat masih beraktifitas seperti biasa termasuk saya masih bisa menghadiri kajian agama di masjid. Ketika itu Ustad yang menyampaikan materi mendapatkan pertanyaan mengenai bagaimana kita bersikap jika Corona memang hadir di Indonesia. Ustad menjawab,"Makanya punya tabungan."
Ini jawaban yang cukup aneh karena biasanya seorang Ustad akan mengarahkan jawaban pada keimanan, tawakal dan berdoa, kenapa Ustad ini malah mengingatkan untuk memiliki tabungan. Padahal di masyarakat jika membahas Corona, selalu lebih pada perkara sebagai penyakit yang mematikan. Ustad menjelaskan berhubung Corona ini sudah melanda berbagai Negara, Indonesia harus bersiap. Termasuk juga kita sebagai rakyat harus siap karena Islam sudah banyak mengajarkan untuk bersiap menghadapi musim paceklik/ musim kemarau yakni dengan menyisihkan hasil yang kita peroleh selama musim hujan/ musim panen.
Salah satu contoh yang disitirnya adalah kisah Nabi Yusuf yang mengartikan mimpi Raja Mesir saat melihat 7 ekor sapi betina gemuk dimakan tujuh sapi betina kurus. Dan ada 7 bulir gandum hijau serta 7 bulir gandum kering. Nabi Yusuf menjelaskan bahwa mimpi itu adalah peringatan dari Sang Pencipta akan terjadinya masa tujuh tahun dengan air yang subur dan melimpah serta tujuh tahun berikutnya musim paceklik di mana sungai Nil mengering. padahal sungai itu merupakan sumber air yang mengaliri lahan-lahan pertanian di Mesir. Nabi Yusuf menyarankan agar masyarakat bercocok tanam selama tujuh tahun yang subur itu. Setelah dipanen, hasilnya agar dimakan sekedarnya, tidak berlebihan. Sisanya agar disimpan dengan baik sebagai persediaan untuk masa tujuh tahun musim paceklik. Berkat mengikuti saran Nabi Yusuf itulah, masyarakat Mesir memiliki persediaan pangan selama musim kemarau terjadi, hingga tidak kelaparan.
Ternyata budaya menabung itu sudah ada sejak dulu kala, paling tidak dimulai dari zaman Nabi Yusuf. Dengan menyisihkan saat panen, kita memiliki sumber daya saat kemarau.
Kisah Nabi Yusuf ini bahkan disitir oleh Bpk Perry Warjiyo saat dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia (24/5/2018) dan terus terang saya sangat terkesan hingga berburu koran Bisnis Indonesia hari itu ke kantor pusat Bisnis Indonesia karena korannya tidak didistribusi di loper koran bawah pohon bahkan di toko buku. Terus terang mengetahui Ketua Otoritas Moneter menyitir kisah tersebut menenangkan hati rakyat. Kendati sedikit sulit membayangkan bagaimana BI akan membuat cadangan setara cadangan 7 tahun untuk menghadapi 7 tahun.
Tak Semua Orang Bisa Menabung.
Sekarang mari kita mengukur kemampuan masyarakat berdasarkan data dari LPS ( Lembaga Penjaminan S ) dimana dari 301,695,955 jumlah rekening di Bank, 294,740,000 nya merupakan rekening dengan nominal simpanan Rp. 2 Milyar ke bawah - nominal yang dijamin oleh LPS. Ini setara dengan 97.6%. Sayangnya total dana tidak signifikan dibandingkan besaran pemiliknya yang 97.6% itu. Pada tahun 2017 dalam tulisan saya di Kompasiana, total dana mereka hanya sebesar Rp. 294.74 Trilyun. Padahal total dana pihak ketiga di Bank Rp. 5,984 Trilyun. Dana sebesar Rp. 5,600an Trilyun ini dimiliki oleh 2.4% rekening yang ada di Bank.
Celakanya lagi setelah membagi jumlah dana dengan jumlah rekening ( untuk kategori Rp. 2 Milyar ke bawah ) didapat saldo rata-rata/ rekening adalah sebesar Rp. 2 jutaan. Sungguh bukan angka yang aman untuk berjaga di saat musim paceklik.
Kenapa tabungannya bisa sekecil itu?
Ya bisa jadi karena memang penghasilannya terbatas, bisa juga karena perilaku konsumtif dan tidak gemar menabung.