Lihat ke Halaman Asli

Dee Daveenaar

Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Mahasiswa UI yang Merajut Pemberdayaan TKW di Singapura

Diperbarui: 24 Desember 2017   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pri Yoga Prasetyo

Kemajuan teknologi digital saat ini berhasil mendobrak batas dan sekat baik sekat masyarakat maupun batas negara. Membuat dunia jadi tanpa batas dan segala kemungkinan terbentang luas.  The sky is the limitbukan sekedar jargon. Sekarang  tinggal  bagaimana seseorang  memanfaatkannya.  Dan ketika dipercaya bahwa masa depan dunia ada ditangan generasi muda, tentunya kita berharap generasi muda bisa mendayagunakan kemajuan teknologi digital demi kebermanfaatan yang luar biasa bagi sesama. Sayangnya kita pernah melihat bagaimana anak muda mencari panggung di dunia maya dengan mengupload video bagaimana mereka mencekoki  miras pada satwa di Taman Safari. Ah anak muda, kelakuanmu adalah derita pada satwa tanpa salah, membuat malu orangtua kalian dan mengantarkan diri pada yang berwajib.

dok pri Yoga

Untunglah masih banyak anak muda yang piawai memanfaatkan teknologi di tengah keterbatasannya, bahkan dia bisa menembus batas Negara dan berbuat banyak bagi para tenaga kerja wanita di Singapore. Anak muda itu bernama Yoga Prasetyo Lordason ( saya rasa Lordason adalah nama tambahannya sendiri). Saya mengenal anak muda 23 tahun ini melalui mutual friend di Facebook. Kami sama-sama berteman dengan seorang mantan wartawan Tempo yang sekarang jadi penulis buku politik. Status teman ini di FB sungguh menggugah, mencerdaskan serta mengundang kita menanggapi. Demikianlah akhirnya saya dan Yoga memutuskan untuk saling berteman di FB, dimana satu persatu kureka cerita kehidupannya luar biasa.

Terlahir dari rahim Sri Kunaeri, pada usia 2 tahun Yoga ditinggal ibunya yang mengadu nasib sebagai Pembantu Rumah Tangga di Singapore. Yoga dititipkan pada pakde dan budenya di Tulung Agung. Perpisahan yang cukup berat karena Sri Kunaeri hanya mendapat cuti/ libur panjang 5 tahun sekali. Hingga Yoga menyelesaikan pendidikan SD, ibu dan anak ini hanya bertemu 2 kali dalam kurun waktu 10 tahun. 

Sri Kunaeri berjuang mencari majikan yang bisa memberikan izin cuti lebih longgar, pencariannya berlabuh pada majikan yang mau memberikan cuti  tahunan lebih luwes. Sri Kunaeri mendapatkan majikan baru yang mau memberikan cuti / liburan tiap 2 tahun sekali. Dan ketika Yoga memasuki SMA,  Sri Kunaeri mendapatkan majikan yang mau memberinya cuti tiap tahun.  

Pertemuan dengan ibu yang sangat jarang tidak membuat Yoga patah semangat. Yoga rajin belajar agar bisa membanggakan Ibunya yang sudah banting tulang sedemikian rupa. Hingga akhirnya usai menamatkan SMA, Yoga berhasil menembus Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Bahasa (FIB), jurusan bahasa Inggris. Saya mencermati bagaimana disela kesibukan kuliahnya, Yoga juga beraktifitas di Rumah Edukasi Ciliwung. Suatu komunitas yang dibentuk oleh sekelompok mahasiswa FIB UI untuk memberi pendidikan bagi anak-anak yang mukim di pinggir Sungai Ciliwung. Yoga bertugas menyiapkan bahan-bahan ajaran dan mengordinir para relawan pengajar.

dok.pri Yoga Prasetyo

Saat Yoga duduk di semester 6 dan sedang mempelajari mata kuliah Penulisan Prosa, Yoga memperoleh beasiswa dari ASEAN University Network untuk belajar tentang Migrasi Pekerja dari Asia Tenggara di National University of Singapore, selama satu semester.  Akhirnya, Yoga bisa berkumpul dengan Ibunya.

Anak dan ibu yang memanfaatkan waktu kebersamaan yang maksimal. Saya tertawa melihat bagaimana Sri Kunaeri yang bersama teman-temannya sedang berlatih membuat cake pengantin bertingkat ditanya anaknya, "Mak'e, kapan aku  dibuatin cake seperti ini."

Sri Kunaeri menjawab, "Ya kalau kamu menikah, Yoga."

Yoga kelimpungan, masa mau makan cake pengantin saja harus teken kontrak seumur hidup. Semua yang dengar ketawa ngakak.

Memang Sri Kunaeri selalu mempertemukan anaknya dengan teman-teman sesama TKW  di sana. Para tenaga kerja wanita yang kendatipun bekerja sebagai pembantu rumah tangga memiliki kegemaran menulis. Para wanita yang selalu memiliki pertanyaan yang selama ini disimpan dalam hati, akhirnya menyampaikan pada anak muda ini,  "What's next? Apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kan tidak mungkin  kita selamanya jadi pembantu di negeri orang."

dok pri Yoga

Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab Yoga dengan membuat kelompok sastra serta menyelenggarakan pembelajaran bagi mereka.  Komunitas yang diberi nama Voice of Singapore's Invisble Hand. Dimana Yoga membuat workshop penulisan yang pada akhirnya telah menghasilkan karya-karya sastra dari TKW. Karya-karya yang bahkan berhasil memenangkan lomba penulisan di Singapore. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline