Lihat ke Halaman Asli

Dee Daveenaar

Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Ketika Daya Beli Masyarakat Makin Menurun

Diperbarui: 20 Agustus 2017   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: Sindo News

Bahkan Thomas Lembong pun Heran.

Thomas Lembong -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merasa heran menghadapi situasi investasi yang naik terus namun daya beli malah turun. (02/8). Lebih jauh lagi dia memaparkan akumulasi realisasi investasi dalam 6 bulan  (semester I) 2017 adalah Rp. 336.7 Trilyun atau lebih tinggi dari 12.9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Umumnya ketika realisasi investasi tumbuh, maka bisa berdampak terhadap terbukanya lapangan pekerjaan hingga akan meningkatkan penghasilan dan kemampuan daya beli masyarakat.

Kenyataannya industri ritel yang menggambarkan daya beli masyarakat hanya tumbuh 3% saja, lebih rendah dari kondisi normal yang sebesar 12-14%. Sementara inflasi per Juli 3.88% (y on y ). Pertumbuhan ritel lebih rendah dari inflasi menunjukkan bahwa tidak ada pembelanjaan yang impresif. Lebih jauh Thomas menyampaikan bahwa investasi yang masuk adalah investasi padat modal yang tidak menyerap tenaga kerja terlalu banyak. Jika tenaga kerja yang terserap tidak optimal bisa dipastikan akan terjadi pelemahan daya beli.

Selanjutnya Thomas menengarai bahwa sebenarnya hal ini bergantung pada busines confidence yang sangat dipengaruhi pada Regulasi. Thomas  lebih lanjut menekankan pada masalah ini, "Regulasi kita ngawur, keluarnya mendadak tanpa sosialisasi. Ini akan menghantam keyakinan dunia usaha. Dunia usaha tidak akan ekspansi, lembur dikurangi, segan mengeluarkan biaya pelatihan karyawan. Sehingga nantinya jika dapat order akan keteteran."

Gaji Naiknya Sedikit

Untuk masalah ini, Jokowi bahkan sudah memperingatkan para menterinya supaya tidak  gaduh karena membuat peraturan semena-mena. Secara pribadi, saya melihat contohnya adalah Menteri Perhubungan yang malah membuat regulasi tarif taksi online, padahal moda transportasi online ini mampu menciptakan lapangan kerja, jelas ini akan mengurangi ketimpangan dan kemiskinan.  Aplikasi moda transportasi online ini mampu mengubah pekerjaan yang semula informal menjadi formal.  Bahkan perusahaan pembiayaan kendaraan tidak segan membiayai pembelian sepeda motor maupun mobil untuk ojek/ taksi online.

Ada satu lagi pejabat setingkat menteri yang sedang membuat gaduh dan mengakibatkan ketimpangan ekonomi makin tajam. Namun untuk yang satu ini perlu satu artikel khusus membahasnya. Saya lebih suka untuk menampilkan dulu bagaimana gap antara pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan. Angka kemiskinan yang tinggi tidak tumbuh dalam jangka waktu tiga tahun periode kepemimpinan Jokowi, ini merupakan tabungan dari 20 tahun periode kepemimpinan aneka Presiden. Pada Selasa, 13/06, Pemerintah dan Komisi IX DPR mencapai kesepakatan asumsi makro ekonomi 2018. Pertumbuhan ekonomi dipatok dikisaran 5.2-5.6 persen.. Setiap pertumbuhan ekonomi 1% hanya dapat mengurangi kemiskinan 0.116 % pada periode 2010-2012 0.059% pada periode 2013-2016. Mestinya sih angka pertumbuhan ekonomi dipatok lebih tinggi agar kemiskinan cepat berkurang. Tapi kesepakatan sudah ditetapkan.

Sumber: Kata Data

Di tengah pertumbuhan ekonomi yang dipatok konservatif begini maka tak heran komponen gaji PNS merupakan salah satu komponen Belanja Negara yang tidak mengalami kenaikan tahun ini. Sementara untuk UMR tidak mengalami kenaikan sebesar periode sebelumnya  Jika pada 2016 kenaikan UMP 12.43%, untuk periode sekarang hanya 9.15%.

Masyarakat makin Miskin atau Irit?

Dengan situasi gaji tak naik, banyak kegaduhan di ruang Publik, masihkah anda berani berbelanja menghamburkan uang yang dimiliki ? Sudah pasti tidak.

Maka masyarakat lebih memilih untuk menabung uangnya di Bank. Bank Indonesia (BI) mencatat tabungan nasabah naik Rp. 60.4 triliun sepanjang Juni 2017. Kenaikan tabungan ini juga menggambarkan bahwa masyarakat tidak terlalu yakin dengan kondisi ekonomi ke depan.  Berdasarkan survei BI, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan melemah. IEK Juni 2017 tercatat 131.0, turun 5.9 poin dari bulan Mei 2017. Penurunan Indeks ini terutama karena adanya penurunan ekspektasi ketersediaan lapangan pekerjaan, penurunan ekspektasi pada penghasilan dan kelanjutan dunia usaha.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline