Lihat ke Halaman Asli

Firdaus Cahyadi

TERVERIFIKASI

Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Cebong dan Kampret Bersatu Berak di Atas Kepala Kita

Diperbarui: 12 September 2019   14:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa bilang setelah pilpres usai, cebong dan kampret tidak ada lagi. Mereka tatap ada. Bahkan mereka tetap ada dan bersatu untuk bersama-sama memperjuangkan kepentingannya. Aksi pertamanya adalah mengubur KPK dan kaum tani secara hampir bersamaan. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa para cebong dan kampret satu suara bersepakat merevisi UU KPK. Revisi itu dinilai banyak pihak akan berpotensi melemahkan, bahkan bisa saja membunuh KPK secara sistematis. Cebong dan Kampret yang biasanya bertengkar sengit, tiba-tiba satu suara menyetujui RUU KPK. Ada apa ini?

Hanya Tuhan dan mereka yang tahu agenda apa dibalik satu suaranya para cebong dan kampret dalam menyetujui RUU Revisi UU KPK. Meskipun begitu aroma busuk pelemahan KPK dalam RUU itu memang menyengat. Ibarat kentut, tidak terlihat tapi bau busuknya tercium kuat. Apalagi yang kentut adalah para cebong dan kampret, terbayang kan aroma busuknya?

Tak cukup mengubur KPK. Para cebong dan kampret nampaknya kembali bersatu untuk mengubur kaum tani. Caranya? Sama seperti dalam Revisi UU KPK, kali ini mengubur kaum tani itu melalui RUU Pertanahan. Proses pembahasan RUU Pertanahan ini dinilai tidak transparan dan subtansi aturan diprediksi memperparah lima krisis agraria. Bahkan PP Muhammadiyah menilai bahwa RUU Pertanahan, yang sekarang sedang dikebut pembahasannya oleh DPR, bernuansa kolonial.

Berbagai kelompok masyarakat, akademisi hingga Komnas HAM telah membuat sebuah kajian mandiri terkait RUU Pertanahan ini. Menurut kajian itu setidaknya ada empat persoalan pokok yang kentara pada pasal-pasal bermasalah tersebut antara lain upaya penghilangan hak-hak masyarakat atas tanah, mempermudah pengusahaan lahan atas nama investasi, menutup akses masyarakat atas tanah dan pemenjaraan bagi warga yang memperjuangkan hak atas tanahnya. 

Jika pemilik modal diberikan karpet merah untuk menguasai tanah, siapa yang paling dirugikan? Jawabannya jelas petani, utamanya para petani kecil, yang dulu oleh Bung Karno disebut kaum marhean itu. Bukan hanya petani, kaum miskin di perkotaan dan desa pun juga akan dirugikan jika RUU Pertanahan ini disahkan menjadi UU.

Kini rakyat sedang berduka dengan adanya RUU Revisi UU KPK dan RUU Pertanahan. Di tengah duka rakyat itulah  para Cebong dan Kampret bersatu. Cebong dan Kampret bersatu tak bisa dikalahkan. Sementara kita gigit jari melihat para cebong dan kampret berpesta pora sambil berak di atas jutaan kepala kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline