Beberapa waktu yang lalu, di Makassar, segerombolan orang menyita buku. Penyitaan buku itu berdalih melawan penyebaran ajaran Marxisme melalui buku-buku bacaan.
Salah satu buku yang disita, dari gambar narsis gerombolan itu, adalah buku yang berjudul, "Pemikiran Karl Marx". Buku itu ditulis oleh Franz Magnis Suseno. Kebetulan saya, bahkan anak saya yang masih SD, sudah membaca buku itu.
Nah, saya yakin gerombolan orang-orang yang menyita buku itu belum membaca buku Magnis Suseno tentang pemikiran Karl Marx itu. Lho kok tahu?
Ya, tahu lah. Kalau alasan penyitaan buku itu untuk menghadang penyebaran paham marxisme, justru buku yang ditulis Magnis Suseno itu memberikan kritik tajam terhadap pemikiran Karl Marx.
Dapat dikatakan buku yang ditulis oleh Magnis Suseno itu justru bisa dijadikan alat untuk membendung penyebaran paham marxisme. Nah, kenapa buku itu ikut disita? Ya, karena kebodohan itu memang tidak ada batasnya. Sementara kecerdasan ada batasnya.
Sebelumnya, ada pula penyitaan buku biografi DN Aidit, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Ini juga kebodohan yang tanpa batas lagi. Lha, masak sama buku biografi aja takut.
Paham marxisme tidak akan bisa disebarkan dari buku biografi manusia bro/sis, meskipun buku biografinya itu adalah tokoh marxis.
Semakin yakin, bahwa gerombolan-gerombolan penyita buku dengan alasan mencegah penyebaran paham marxisme dan komunisme itu tidak pernah baca buku tentang paham yang mereka musuhi, sehingga mereka menggunakan jurus dewa mabuk. Asal gruduk. Asal seruduk. Ya, sekali lagi karena kebodohan itu memang tidak ada batasnya.
Terlepas dari alasan apapun, penyitaan buku-buku apapun, termasuk buku-buku KIRI, itu adalah tindakan bodoh. Kok tindakan bodoh.
Lha iya, di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semacam ini kok ya masih menyita buku. Buku-buku yang mereka sita masih bisa didapatkan di internet dengan mengunduhnya dalam bentuk e-book.
Eits, jangan tuduh grombolan penyita buku itu bodoh, sebelum tahu pesan dari gerakan penyitaan buku itu. O...emang apa pesan dari grombolan penyita buku-buku KIRI itu.