Lihat ke Halaman Asli

Firdaus Cahyadi

Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Ulama Bisnis atau Bisnis Ulama?

Diperbarui: 20 September 2018   10:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setelah mendapat gelar santri post-Islamisme dari politikus partai politik berlabel Islam, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sandiaga Uno kembali mendapat gelar Ulama dari politisi dari parpol yang saama. Hebat, tidak perlu setahun, bakal calon presiden (bacawapres) Sandiaga Uno sudah mendapat dua gelar yang mentereng. Pemberian gelar ini sulit untuk dipisahkan dari perhelatan Pilpres 2019.

Menurut logika politisi PKS Hidayat Nur Wahid, setiap orang yang memiliki keahlian khusus adalah ulama. Orang yang ahli dalam ilmu ekonomi adalah ulama ekonomi. Sandiaga Uno sendiri, menurut Hidayat Nur Wahid memiliki banyak keahlian, salah satunya adalah bisnis. Jadi dapat dikatakan Sandiaga Uno adalah ulama bisnis. Meskipun perlu dipertanyaan juga sejauh mana bisnis tuan Sandiaga Uno berdampak bagi masyarakat banyak.

Tapi ok deh, kita ikutin saja dulu logika seorang Hidayat Nur Wahid. Pertanyaan berikutnya kenapa sebutan yang dipilih oleh Hidayat Nur Wahid untuk Sandiaga Uno bukan ahli bisnis saja, tapi justru Ulama?

Di Indonesia, kata ulama telah dipahami sebagai orang yang ahli di bidang agama, khususnya Islam. Hal itu tercermin dalam pengertian ulama di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Sangat tidak mungkin, seorang Hidayat Nur Wahid tidak mengetahui pengertian ulama dalam konteks sosial di Indonesia. Nah, dari sini kemudian kita akan melihat kaitan sebutan santri post Islamisme hingga Ulama kepada Sandiaga Uno tidak bisa dilepas dari konteks politik elektoral.

Sebutan-sebutan, yang dalam konteks Indonesia, terkait dengan agama Islam sengaja disematkan kepada Sandiaga Uno untuk memoles citra diri di pilpres 2019. Singkatnya, simbol-simbol yang terkait dengan sentimen keagamaan, dari santri hingga ulama, sengaja dimunculkan untuk meraup suara.

Namun, sayang umat Islam di Indonesia bukanlah orang sudah cukup cerdas. Disematkannya simbol-simbol yang terkait dengan sentimen keagamaan kepada Sandiaga Uno, justru menimbulkan kecuriagaan dari umat Islam yang sudah cukup cerdas itu. Untuk menutupi apa simbol-simbol santri hingga ulama disematkan kepada Sandiaga Uno?

Jika Sandiaga Uno adalah ulama bisnis, maka kita perlu kita lihat secara lebih mendalam, ada apa dengan bisnis seorang Sandiaga Uno?

Bila kita browsing di internet, ada sebuah artikel di website JATAM (Jaringan Advokasi Tambang), sebuah organisasi masyarakat sipil yang mengadvokasi persoalan tambang, menuliskan bahwa bisnis Sandiaga Uno di sektor pertambangan pernah bermasalah dengan lingkungan hidup dan masyarakat sekitar. 

Menurut artikel tersebut, pada tahun 2016 silam, telah terjadi banjir lumpur di Pulau Merah, Banyuwangi. Banjir lumpur yang berasal dari Gunung Tumpang Pitu ini paling dirasakan dampaknya di Dusun Pancer, kampung nelayan yang terletak di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

Banjir lumpur mencemari kawasan pesisir di Kecamatan Pesanggaran hingga empat kilometer dari lepas pantai. Nah, menurut artikel tersebut, banjir lumpur itutidak lepas dari aktivitas pertambangan emas PT. Bumi Suksesindo (BSI) milik pengusaha Sandiaga Uno, Boy Thohir dan Soeryadjaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline