Lihat ke Halaman Asli

Firdaus Cahyadi

Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Gerombolan #2019GantiPresiden, Kenapa Lecehkan Perempuan?

Diperbarui: 30 April 2018   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya termasuk orang yang tidak begitu tertarik dengan hiruk pikuk pilpres 2019. Selama Jokowi berkuasa, saya tak jarang memberikan kritik kepadanya. Dari cara Jokowi menangani korban lumpur Lapindo, pembangunan infrastruktur yang menggusur petani, hingga program deregulasi ekonomi, yang menurut saya lebih mirip neoliberal daripada demokrasi ekonomi seperti digagas Bung Hatta dan juga ekonomi berdikari Bung Karno. Namun, tak jarang pula beberapa kebijakan Jokowi, juga saya apresiasi, seperti cara Jokowi mengatasi kebakaran lahan dan hutan.

Lantas, kenapa saya tidak tertarik dengan hiruk pikuk pilpres 2019? Ya, karena siapapun yang berkuasa, rakyat tetap tidak boleh berdiam diri dan menggantungkan masa depannya kepada niat baik presiden terpilih, siapapun dia. Rakyat harus terus mendesak agar model pembangunan berubah dan berpihak pada rakyat kelas menengah-bawah. Bukan model pembangunan yang berpihak pada segelintir orang kaya.

Meskipun begitu, saya tidak bisa menutupi keterusikan saya dengan kelakuan gerombolan gerakan #2019GantiPresiden di acara Car Free Day (CFD) Jakarta pada 29 April 2018. Kenapa saya menuliskan gerombolan? Karena bisa jadi mereka hanya sebagian dari gerakan #2019GantiPresiden.

Seperti terlihat dalam video di youtube, terekam aksi segerombolan peserta aksi yang menamakan dirinya #2019GantiPresiden sedang mengintimidasi beberapa orang yang diduga berseberangan pandangan politik dengan mereka. Salah satu korban intimidasi dan pelecehan itu adalah seorang ibu dan anaknya. Terlihat dalam tayangan video itu seorang anak yang menangis, mungkin ketakutan, akibat intimidasi dan pelecehan yang dilakukan segerombolan para durjana terhadap ibunya. Ini sudah keterlaluan.

Tindakan pelecehan dan intimidasi terhadap perempuan dan anak tidak bisa ditoleransi, siapapun pelakunya. Termasuk segerombolan orang yang mengatasnamakan kelompok #2019GantiPresiden. Silahkan mereka berkampanye untuk mengganti presiden, tapi ketika itu mereka lakukan dengan melecehkan dan mengintimidasi perempuan dan anak-anak, mereka tak ubahya gerombolan fasis yang ingin berkuasa.

Salah satu ciri dari gerombolan fasis adalah massa tak boleh mempunyai identitas yang beragam dan wajib seragam. Terjadinya pelecehan dan intimidasi terhadap perempuan di acara CFD di Jakarta pada 29 April 2018, menunjukan ciri-ciri gerombolan fasis. Indonesia sendiri pernah punya pengalaman hidup dalam kekuasaan kaum fasis. Selama 32 tahun Indonesia berada dalam cengkraman kaum fasis. Selama 32 tahun itu pula elite dari kaum fasis bukan hanya menjarah kekayaan negeri ini, namun juga menginjak-injak kepala rakyat, seraya memaksa rakyat berkata,"Terimakasih".

Di 2019, saya termasuk orang yang belum tentu memilih Jokowi kembali menjadi Presiden Indonesia. Tapi, InsyaAllah, saya pasti melawan kaum fasis yang ingin kembali berkuasa di negeri ini. Saya yang pernah hidup di bawah kekuasaan rejim fasis, tentu tidak ingin kaum fasis kembali berkuasa dan menjarah ibu pertiwi. Seperti yang telah mereka lakukan selama 32 tahun. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline