Lihat ke Halaman Asli

Firdaus Cahyadi

TERVERIFIKASI

Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Prepcom Habitat III di Surabaya, Ini Laporan Masyarakat Sipil Indonesia

Diperbarui: 20 Juli 2016   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan membuka pertemuan persiapan (Preparatory Meeting/PrepCom 3) untuk Konferensi PBB tentang Perumahan dan Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan atau Habitat III yang digelar di Surabaya 25-27 Juli mendatang. 

Tentu yang akan disampaikan pemerintah Indonesia terkait dengan persoalan habitat dan juga perkotaan akan berbeda dengan temuan-temuan masyarakat sipil. Laporan pemerintah cenderung baik-baik saja. Bahkan, bukan tidak mungkin Habitat III menjadi panggung untuk menjustifikasi model pembangunan perkotaan yang tidak ramah terhadap warga miskin dan ekologi.

Laporan versi masyarakat sipil untuk Habitat III, yang dapat diunduh di sini, mengungkapkan bahwa telah terjadi penguasaan lahan skala luas oleh perusahaan pengembang properti di kota-kota besar di Indonesia. Akibat dari penguasaan lahan secara luas oleh segelintir pemodal dan kelas menengah itulah harga tanah di perkotaan menjadi melambung tinggi. Harga tanah yang tak terjangkau itulah membuat warga miskin tersingkir di perkampungan-perkampungan kumuh. Ironisnya, kemudian atas nama penghijauan, normalisasi sungai dan revitalisasi perkotaan, warga miskin kota itu digusur.

Arah pembangunan kota yang ramah terhadap kelas menengah atas dan bengis terhadap warga miskin kota itulah menimbulkan persoalan-persoalan baru. Salah satu persoalan baru itu adalah krisis ekologis. Pemukiman mewah dan kawasan komersial kelas menengah atas telah menggusur ruang terbuka hijau dan daerah resapan air.

Krisis ekologis yang terus dipelihara itu kemudian menyebabkan kota-kota di Indonesia rentan terhadap bencana perubahan iklim. Menaiknya muka air laut adalah ancaman yang terjadi di hampir seluruh kota di Indonesia. 

Di tengah pasokan lahan di perkotaan yang kian terbatas akibat penguasaan segelintir pemodal itulah, proyek-proyek reklamasi pantai digelar. Tujuannya, untuk menambah pasokan lahan bagi pembangunan pemukiman mewah dan kawasaan komersial baru bagi kaum kaya di perkotaan. Proyek reklamasi itu kemudian menambah parah krisis ekologi di perkotaan.

Di sisi lain inisiatif-inisiatif warga yang ingin membangun kota yang lebih ramah terhadap warga miskin dan ekologi seperti membentur tembok-tembok birokrasi. Inisiatif warga dikalahkan oleh kepentingan segelintir kaum kaya perkotaan yang terus ingin menguasai lahan secara luas. Kota benar-benar telah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang hanya menguntungkan bagi mereka yang memiliki uang.

Begitu kira-kira rangkuman isi dari laporan masyarakat sipil Indonesia untuk Habitat III.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline