Lihat ke Halaman Asli

Firdaus Cahyadi

Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Mbok Jumik dan BPJS Kesehatan

Diperbarui: 13 Juni 2016   08:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Perempuan paruh baya itu sering dipanggil Mbok Jumik. bulan Juni 2008 silam, perempuan korban lumpur di Sidoarjo itu itu mulai merasakan sakit luar biasa di perutnya. Pada saat itu keluarga Ibu Jumik pun segera membawanya ke Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo. 

Sekitar dua minggu Ibu Jumik dirawat di rumah sakit. Namun, karena tak mampu membiayai ongkos rumah sakit, keluarga Ibu Jumik membawanya pulang ke tempat pengungsian korban Lapindo di Pasar Baru Porong. Keluarganya pun pasrah. Selanjutnya, Ibu Jumik dirawat dengan menggunakan pengobatan alternatif. Pada Minggu, 30 November 2008, Ibu Jumik mengembuskan napas terakhir.

Pada waktu itu belum ada BPJS Kesehatan, sehingga masyarakat harus membiayai dirinya sendiri di saat menderita sakit. Tentu saja Mbok Jumik tidaklah sendiri. Ada banyak orang yang pada saat itu mengalami nasib yang serupa, tidak bisa dirawat di Rumah Sakit ketika sakit.

Kini masyarakat sedikit lega dengan hadirnya BPJS Kesehatan. Sebuah model pembiayan kesehatan yang berbasis gotong royong. Anggota BPJS Kesehatan yang sedang sehat ikut iuran untuk membiayai saudaranya yang sakit, Sebuah model kerjasama khas Indonesia. Dengan BPJS Kesehatan, seseorang dapat berobat dengan tenang. Tanpa perlu risau biaya kesehatan yang membengkak. 

Namun, bukan berarti BPJS Kesehatan tanpa kritik. Salah satu kritik yang sering ditujukan kepada layanan BPJS Kesehatan adalah si pasien harus sibuk mencari kamar perawatan yang kosong. Sulit mendapatkan kamar jika tidak ada orang dalam. Kritik ini harus diperhatikan oleh pengelola BPJS Kesehatan. Berbagai keluhan pasien pengguna layanan BPJS Kesehatan harus didengar dan ditindaklanjuti sebagai bentuk upaya perbaikan secara terus menerus. 

Tidak ada gading yang tak retak. Itu sebuah pepatah yang menggambarkan bahwa kesempurnaan itu sulit dicapai. Termasuk juga dalam layanan BPJS Kesehatan. Namun upaya menuju kesempurnaan layanan itu harus selalu dikejar. Kritik harus menjadi bahan untuk monitoring pelayanan. Tanpa kritik dari pasien pengguna layanan BPJS Kesehatan, perbaikan akan sulit dicapai. Marilah kita rawat semangat gotong royong dengan selalu mengawal layanan BPJS Kesehatan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline