Lihat ke Halaman Asli

Firdaus Cahyadi

Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Krisis Air PAM di Tebet, Cermin Kegagalan Model Pembangunan Jakarta

Diperbarui: 2 Oktober 2015   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pada saat saya bayar air, ada pengumuman bahwa daerah Tebet dan Kampung Melayu akan alami kesulitan aliran air dari PAM," ujar Pian, seorang pekerja di Tebet, Jakarta Selatan (02/10), "Katanya, air sungai yang menjadi sumber PAM sudah kering."

Musim kemarau memang membuat sebagian sungai mengalami kekeringan. Dan Kekeringan di sungai adalah malapetaka bagi Perusahaan Air Minum (PAM). Pasalnya, air dari sungai itulah yang menjadi bahan dari air PAM yang dialirkan ke rumah-rumah tangga dan perkantoran di Jakarta.

Sebenarnya, bila ditarik kebelakang. Kekeringan sungai yang menyebabkan krisis air PAM di Jakarta ini bukan semata-mata akibat dari bencana alam, melainkan cermin dari kegagalan model pembangunan. Lho kok bisa?

Bayangkan di saat musim hujan, air di Jakarta berlimpah menjadi banjir dan tidak bisa menjadi cadangan air tanah atau ditampung menjadi bahan air di PAM di saat musim kemarau tiba. Bayangkan, menurut Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) Jakarta pada tahun 2007, setiap kali hujan turun di Jakarta hanya sekitar 26 persen yang bisa terserap di dalam tanah Jakarta. Sebanyak 70-an persen air hujan lainnya menjadi air larian (run off) yang masuk dalam system drainase kota untuk kemudian dialirkan ke sungai dan laut. Kenapa itu bisa terjadi? 

Model pembangunan Jakarta yang rakus, tidak menyisakan daerah resapan air dan ruang terbuka hijau (RTH) adalah penyebabnya. Jakarta, selama ini, terlalu memfasilitasi pemilik modal untuk membangun kawasan komersial. Bahkan, ketika tanah di Jakarta sudah habis pun, pemerintahan kota Jakarta bela-belain melakukan reklamasi pantai untuk menyediakan lahan bagi pemilik modal untuk membangun kawasan komersial.

Krisis air PAM di Tebet harusnya menjadi cermin bagi Ahok, Gubernur DKI Jakarta, untuk mengintrospeksi diri. Ahok harus berani mengubah model pembangunan kota Jakarta yang hanya memfasilitasi pertumbuhan kapital. Beranikah Ahok melakukan itu? Maaf, saya termasuk orang yang ragu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline