Lihat ke Halaman Asli

Hijrah, Jalan Cinta Anak Perantau

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

@daun_pisah

Hiruk pikuk kehidupan di ibukota ini terkadang memberikan warna hidup yang berbeda,kegalauan,kebahagiaan hampir saya lalui dengan kenyamanan hati. Kalau boleh jujur angka kegalaun lebih tinggi saya rasakan, karena pengalaman hidup sering saya tumpangi dengan kesendirian. Hampir sama dengan ungkapan Bung Karno. " Ada kalanya dalam hidupmu kamu ingin sendiri saja bersama angin lalu menceritakan semua rahasia2mu.Dan meneteskan air mata". (Bung Karno).

Pilihan hidup merantau adalah suatu alternatif terakhir bagi seorang anak penelayan,bisa menginjakkan kaki dikota ini apalagi sampai menyelesaikan kuliah s1adalah kebanggaan yg luar biasa. Ternyata berbeda antara kekwatran manusia dengan kehendak Allah. Sehingga Saya pun mampu bergelut Kurang lebih 7 tahun diibukota ini ,7 tahun pula saya mengejar mimpi di tempat ini. cerita-cerita indah perjuangan yang mengesankan sudah begitu banyak saya lalui. Perjuangan bersama sahabat saya Harsani gharib, (sudah punya anak satu),Ahmad Robiansyah (anak baru satu katanya mau nambah),Tamil Hadi (istrinya, baru berisi),satu lagi temen yang spektakuler ini Tanwirisme (bujang rada-rada eror).
Nama-nama diatas adalah shabat-shabat seperjuangan saya,kalau bisa digambarkan. Bahwa perjuangan kami seperti perjuangan Nabi dengan para shabat yang setia mati-matian membela nabi demi tegaknya dienullah.he
Jakarta adalah kota tumpahan cita-cita dan  tempat merubah nasib anak negeri ini,maka di ibukota ini, tempat berlabuh pertama saya untuk merubah nasib dan kepribadian saya adalah mesjid.alasannya tinggal dimesjid gratis bayar kos,niat awal bukan hanya sekedar itu, tapi demi menjaga sholat jama'ah 5 waktu. Kenyamanan hati sangat terasa disaat perjuangan mengejar mimpi dilalui dengan penuh rasa syukur. Syukur menjaga kebersihan rumah Allah (Ta'mir),syukur menikmati hidup serba cukup dan syukur berbagi dalam kekurangan.  " Andaikan kamu tau bagaimana Allah mengatur urusan hidupmu, pasti hatimu akan meleleh karena cinta kepada-NYA".( Ibnu Qayyim )

Hijrah,, tinggal dari mesjid ke mesjid lain, hampir kami lalui selama kurang lebih empat tahun di kota ini. Tamil hadi ketika jadi imam pasti bacaan sholatnya lumayan panjang,Harsani Gharib katanya dia kurang percaya diri jadi imam, Ahmad robianyah suaranya sangat merdu,dan terakhir saya (Fidausi) tak mau kalah bacaan dan lagunya, ungkap seorang ma'mum. "Suara antum merdu,ketika antum yg imam hati ane hampir meleleh,seperti suara Musy'ari Rasyid".subhanAllah.

Masjid Al jihad (jl sentiong,jakpus:2009) tempat pertama pelabuhan hati saya, kurang lebih setahun saya tinggal disini bersama mahasiswa dewan dakwah,tugas kita sbagai ta'mir. Imam,kultum (kuliah/ceramah 7 menit ba'da subuh) dan kita sempat buka TPA disini,berjalan hanya 4 bulan karena teman-teman pada sibuk dengan skripsinya. Berjalannya waktu kenyaman pun sudah mlai pudar ditempat ini alasannya seorang diri tinggal di mesjid,disini kadang saya merasa sedih maka saya harus hijarah lagi.

Masholla H Tharbin (alamatnya masih di Jl sentiong jakpus:2009). Yang punya haji tarbin subyektif saya beliau orangnya baik sekali pada kita,setiap hari jum'at kita diajak makan bareng dirumahnya. Tafaddol,tafaddol itu bahasa familiar beliau ( tasydidnya mantap). Disini kita sudah satu paguyuban (saya,harsani,roby,tamil). Ini mesjid NU. Sudah muncul dibenak saya pasti kita tidak sepaham. Bentak seorang teman (Roby) "kita tinggal disini aja jok insyaAllah kita mampu beradaptasi,okelah jok". Kebetulan bigron beliau (Roby) NU tulan,yang diandalkan dari beliau bacaan do’a setelah sholat,kerena do'anya paling jago,panjang dan langsung tembuus ke arsyNYA. Amiin.
Hingga mulailah terjadi ikhtilaf tentang "qunut". Ba'da shubuh kebiasaan kita saat giliran jadi imam jarang-jarang berqunut,dari situlah terjadi keretakan madzhab (kronolgis tidak dibahs panjang lebar).kebetulan malamnya kita menginap dikos teman paginya ketika kembali ke mesjid barang-barang kita sudah dirapikan. Ungkap pak aji tarbin " maaf dek kita sudah tidak sepaham lagi,dengan senang hati antum cari mesjid yang lain saja". Disini kadang kita merasa sedih,dengan nada bahasanya pak aji tarbin yang begitu halus terdengar ditelinga,sakitnya tuh disini pak aji.Jalan cinta anak perantau dipisahkan disini, teman-teman sepaguyuban sudah mulai bertebaran mencari tempat tinggal masing-masing.

Masjid ruhul islam (jl kebon pala,jaktim:2011). Tempat ini adalah tempat pelabuhan hati saya yang terakhir. Kurang lebih tiga tahun saya berkelana disini (menjadi Ta'mir) disini ruang hidup saya berisi pilihan. Pilihan ruang antara masukan dengan tanggapan, pilhan ruang antara kegalaun dan kebahagiaan,pilhan ruang antara cinta dan cita, pilihan ruang antara berhenti dan melanjutkan karena ditahun ini saya sempat mau nikah tapi gagal sampai sekarang hehe. Dalam keretakan hati saya teringat dengan ayat Allah “ sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sampai kaum itu merubah nasib mereka sendiri” (Ar-Ra’d : 11). Allah memberikan jalan berbeda dengan kemauan saya  hingga sampai sekarang, saya masih bisa menyusun cita dan rencana. Lalu bertindak dan bertahan  dengan prinsip yang saya pertahankan sampai detik ini. Kemudian di tahun 2012 kita berkumpul lagi satu paguyuban kali ini  bersama,Harsani,Robiy.di tempat ini terlalu banyak kenangan yang bisa dijadikan pelajaran,dari hidup susah sampai hidup bahagia kita rasakan disini,dari tidur yang beralaskan tikar tanpa kasur di tambah atap yang bocor saat musim hujan tiba, musim hujan berakhir panasnyapun menyengat sampai ke ubun-ubun (tempat tinggal kita beratapkan asbes) dan kesedihan yang paling dalam saya rasakan saat  buku-buku saya terendam banjir, karena tempat ini rawan banjir. Hingga akhirnya di tahun 2013 jalan cinta anak perantau dipisahkan dengan menyempurnakan saparuh dinnya masing-masing yang masih tersisa dalam kesendirian atau kejomblowan sampai sekarang adalah saya bujang lapuk yang tak laku-laku….hahah..bersambung

Jakarta desember 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline