Lihat ke Halaman Asli

Keinginan adalah Dahaga yang Tak Pernah Terpuaskan...

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimanakah bahagia? Mengapa ia seperti tiada? Mengapa ada derita? Mengapa harus ada airmata, sementara yang kita inginkan hanya tawa dan bahagia? Kemana bahagia harus dicari? Dimanakah ia bersembunyi? Mengapa bahagia tak abadi? Secepat ia datang, secepat itu pula ia pergi. Dan bahagia kembali berganti sepi.... Maka Siddharta, seorang putera brahmana, memulai perjalanannya mencari jawaban atas semuanya. Mencari kebenaran dan bahagia abadi. Mencari pembebasan dari segala bentuk kedukaan. Menanggalkan kekakuan ritual dan upacara-upacara pengorbanan, melangkah dalam kegundahan dan seribu pertanyaan. Ke mana harus mencari? jalan mana yang harus dilintasi?... Bahkan menjadi murid sang Gotama (tokoh Siddharta lain yang nanti menjadi sang Buddha) tak pula menghilangkan kegundahannya. Kata Siddharta, kebenaran sejati dan pengetahuan tentang kebahagiaan abadi tak bisa diajarkan. Pencerahan harus terlahir dari dalam jiwa, tumbuh dari pengalaman melintasi beragam realita. Maka ia pun melangkah kembali memasuki dunia sehari-hari. Menjadi orang biasa. Kehidupan pun menelannya dalam naik turun gelombangnya. Sejenak Siddharta terlempar ke awan-awan, untuk kemudian dihempaskan ke jalan-jalan kehinaan. Ia tenggelam dalam pesona cinta, tergila-gila, untuk kemudian diremuk redamkan dalam airmata. Sesaat ia bergelimang kuasa dan harta, sesaat kemudian tergilas roda-roda ketamakan dan kerakusan yang ia ciptakan. Kehidupan membolak-balik hatinya. Satu keinginan melahirkan keinginan berikutnya. Dahaga semakin tak terpuaskan. Bahagia dan duka silih-berganti menjeratnya. Tiada lagi kedamaian dan ketenangan abadi. Hanya kegelisahan dan letihnya hati. Keinginan adalah dahaga yang tak pernah terpuaskan.... . Siddharta ...ditulis oleh Herman Hesse, seorang novelis Jerman. Terbit pertama kali tahun 1922

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline