Lihat ke Halaman Asli

Masih Adakah Secuil Kebahagiaan untuk Generasi Sandwich?

Diperbarui: 14 Desember 2020   03:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lukisan Kohbar of Mithila.Sumber Ilustrasi: Wikimedia

Dulu saat kawan menggendong bayi, rasanya ingin menimang anak juga. Melahirkan, membesarkan, dan mengajarinya ini dan itu. Dan jangan lupa saat bermain dengannya, rasanya dunia begitu indah. Tak akan kulepas anak ini, bahkan nyawa pun rela berkorban demi sang anak.

Sampai anak masuk sekolah, tumbuh dan punya banyak teman bermain. Hingga ia susah diatur. Bahkan tak jarang juga melawan. Keindahan masa kecil dulu berkurang, digeser dengan pertentangan dan pemberontakan. Si anak telah punya dunianya sendiri. Berkah telah menjadi beban.

Lucunya, orangtua masih memiliki tanggungjawab untuk membimbing anak. Orangtua harus memberi uang jajan mereka, menyekolahkan mereka, dan mencarikan mereka pekerjaan. Semuanya demi kebaikan anak. Sementara, yang dikasih kebaikan kadang malah tidak mau nurut omongan yang membesarkannya.

Drama Rumah Tangga
Rumah tangga bukan persoalan sepele. Rumah tangga mengizinkan banyak orang untuk berdrama dengan belahan jiwa dan darah daging mereka. Kadang drama ditambah dengan kehadiran orangtua.

Orangtua kandung atau orangtua mertua sama saja. Sama -- sama orangtua yang telah membesarkan generasi sandwich saat kecil. Begitu dewasa dan berperan sebagai orangtua, maka tahulah mereka bagaimana rasanya menjadi orangtua.

Karena tahu menjadi orangtua tidak mudah, maka generasi sandwich bersimpati atas jerih payah orangtuanya. Mereka ingin membalas kebaikan ayah dan ibunya. Namun tentu saja, keinginan mulia itu menemui banyak kesulitan.

Banyak tantangan yang mengharuskan generasi sandwich berjuang demi membahagiakan orangtua. Mereka harus bekerja keras agar setidaknya mampu memberi sedikit uang kepada orangtuanya. Mereka juga perlu menyediakan sedikit waktu ngobrol dengan ayah ibunya di tengah kesibukan mengurus anak.

Belum lagi ditambah urusan pekerjaan. Dari bangun tidur mereka sudah dibuat repot oleh pekerjaan hari itu. Saat mau tidur pun kadang masih memikirkan hari esok mesti bagaimana.

Mengurus anak, menemani orangtua, ditambah menjaga diri tetap waras menjadi makanan mereka setiap hari. Semua itu memaksa mereka terjepit, bikin dada sesak, dan kesulitan bernapas. Bagaikan sepotong sandwich yang digencet dan siap dimakan.

Siklus Alami

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline