Makanan di Indonesia sangatlah banyak jumlah dan macamnya. Namun sisa makanan juga tidaklah sedikit. Baik penikmat kuliner dan penghasil olahan memiliki masalah yang tak jauh berbeda: sedikit takut kurang, banyak malah tidak habis.
Padahal sudah berkali -- kali diingatkan untuk "Makanlah ketika lapar, berhentilah sebelum kenyang". Tapi masih saja ambil lebih dari porsinya.
Itu mungkin karena lidah ingin mengecap banyak rasa. Jadi orang mengambil makanan sesukanya. Ia makan dengan enak, sampai waktu perut berteriak, "Cukup!"
Akhirnya makanan jadi bersisa. Ada yang buat pakan ternak. Ada yang memaksa untuk menghabiskannya meski sudah tak sanggup. Ada yang mengolahnya menjadi camilan, jus, atau pupuk kompos. Tapi ada juga yang membuangnya begitu saja hingga dikerubungi lalat.
Sebagian orang mudah mendapatkan makan dan membuangnya. Sebagian yang lain mencari sebutir nasi pun tak ketemu.
Maka dari itu, makan tapi tidak sampai habis kuranglah etis. Menyisakan makanan juga tidak menghargai pengorbanan orang yang memasak dan orang yang menanam padi. Maka sering kita dengar "Makanlah secukupnya".
Dan untuk melakukannya mungkin tak semudah kelihatannya.
Sekitar seminggu yang lalu, saya dan teman -- teman bersantai di taman sambil makan camilan tahu. Karena tahunya pedas, seorang teman tidak tega untuk menghabiskannya. Dia membuangnya begitu saja.
Lalu kami pulang. Namun saat saya lewat disana lagi, ternyata sisa tahu itu diambil oleh seorang yang tampak seperti gelandangan. Dia memakannya sampai habis. Padahal sisa tahu itu sudah lama tergeletak di atas tanah.
Saat itu saya bertanya kepada diri saya, "Misal teman saya tadi menghabiskan tahu itu, apa yang terjadi dengan gelandangan tersebut?"
Maka saya akan berusaha untuk makan secukupnya, tapi kalau perut sudah full, sesekali menyisakan makanan mungkin keputusan terbaik yang bisa saya lakukan. Memang sangat disayangkan, tapi perut saya ternyata juga tak bisa menampungnya lagi. Hiks.
Jadi, saat perut full, makanan yang tersisa mau diapakan?