Libur telah tiba. Saya memanfaatkan hari libur untuk jalan -- jalan. Liburannya tidak melancong ke luar negeri, tapi hanya mampir ngombe ke kota sebelah.
Saya naik kereta dari Banyuwangi ke Jember. Kereta yang saya tumpangi namanya Pandanwangi. Saya tidak tahu kenapa dinamakan begitu, tapi saya tahu kereta itu begitu wangi bagi dompet banyak orang.
Terutama untuk turis hemat seperti saya, karena harga tiketnya cukup terjangkau. Dengan membeli tiket seharga 8.000 Rupiah saja, sudah bisa duduk di kereta yang aman, bersih dan pakai AC pula. Enake, rek.
Tiket Pandanwangi ramah di kantong karena mendapat subsidi dari pemerintah. Bantuan pemerintah itu disediakan demi menunjang mobilitas warga Banyuwangi, Jember dan sekitarnya.
Saya naik Pandanwangi dari Stasiun Banyuwangi Kota. Kereta tiba di stasiun tepat pada pukul 09.50 pagi. Beberapa saat kemudian, kereta meneruskan perjalanan melewati beberapa stasiun seperti Rogojampi dan Glenmore.
Saat kereta melintas di Lereng Gumitir, saya melihat pepohonan rimbun dan hijau, pemukiman warga di dasar lereng dan dua buah terowongan gelap peninggalan Belanda.
Kereta Pandanwangi membawa saya ke Stasiun Ledokombo. Di sekitar stasiun saya melihat tembakau yang dijemur. Saat kereta berhenti sejenak di stasiun itu, samar -- samar hidung saya mencium aroma tembakau yang khas. Ahh... Suegerr rasane.
Selain itu, nuansa tembakau juga ada di Stasiun Kalisat dan Kotok. Selama kereta melintas di sekitar sana, tidak jarang saya melihat kebun tembakau yang luas. Di sebuah sudut ladang itu, saya juga melihat gudang penyimpanan tembakau. Gudang itu terbuat dari kayu dan atapnya dilapisi tumpukan jerami.