Lihat ke Halaman Asli

Kerikil

Diperbarui: 19 Oktober 2020   00:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kenapa dan kenapa
Kata itu berputar mengitari kepalaku
Menghentikan langkah kecilku
Saat membesarkan dunia

Aku tertunduk
Meneliti remah tanah dan ribuan kerikil
Yang remeh namun menusuk hati

Terapung bersama kekinian
Hidup dalam kematian
Menunggu dan menikmati kekosongan

Akankah ku terus menunduk?
Ya
Kepalaku kan terus menuju ke bawah
Meninggalkan kerikil tajam dan pasir basah
Menjauhi daratan dan pulau serta hutan
Lalu mengawang di atas awan kesucian
Dan menetap di istana langit
Bersama dewa pelangi
Dan dewi gerimis

Di sanalah aku tetap menunduk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline