Lihat ke Halaman Asli

DPRD Jakarta (Wakil Partai) Rasis, Siapa yang Angket?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1427359196564556075

[caption id="attachment_375002" align="aligncenter" width="270" caption="(sumber: forumpamdal)"][/caption]

Berawal dari kisruh APBD Jakarta, yang diakui oleh Ahok dan sedang diverifikasi kebenaran anggaran siluman oleh KPK dan Menteri Dalam Negeri, kisruh ini dimulai. Sikap kasarnya Ahok ini menyebutkan kata-kata "bajingan", "maling" yang ditunjukkan kepada segelintir anggota DPRD Jakarta akibat "duit program" yang diduga akan ditilep oleh oknum DPRD bekerja sama dengan SKPD. Anggaran sebesar Rp 12 lebih triliun ini kemungkinan besar akan masuk ke kocek-kocek para wakil rakyat yang menurut saya mereka adalah wakil partai tempat mereka bernaung. Namun, masalah itu sudah bisa diredam setelah DPRD dan Ahok duduk bersama beberapa waktu silam, yang bahkan oleh wakil ketua DPRD diberi kepercayaan untuk mengetahui dan memegang password e-budgeting oleh Ahok.

Jika dilihat sekilas, masalah tersebut mulai kondusif, namun nampaknya dendam kusumat oknum wakil partai ini masih membara dan berharap Ahok lengser, dengan jurus hak angket akhirnya Ahok mulai diperiksa. Hak angket ini pada mulanya untuk menyelidiki masalah APBD Jakarta, tetapi tampaknya rakyat Jakarta harus mengesampingkan dahulu masalah APBD tersebut, ternyata wakil partai tersebut lebih menyukai mengangketkan Ahok dengan memperhatikan persepektif sikap Ahok yang kasar daripada APBD yang belum kunjung kelar.

Namun wakil partai ini tidak adil, karena di Indonesia keadilan itu paling susah ditemui, Ahok akhirnya diangketkan dikarenakan Ahok terlalu kasar dengan menyebut maling dan bajingan kepada wakil partai. Namun yang menjadi masalah saya adalah kenapa harus Ahok saja yang diangketkan oleh wakil partai ini? Mengapa wakil partai seperti Prabowo Soenirman dan Tubagus Arif  yang mengatakan gubernur goblok, Anjing atau Cina tidak diangket?. Padahal, jelas kedua wakil partai ini sudah melanggar Pasal 156 KUHP dan Pasal 4 huruf b angka 2 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 mengenai tindakan pernyataan kebencian, permusuhan, atau penghinaan karena perbedaan ras di tempat umum. Selain itu, juga ada Pasal 207 KUHP mengenai penghinaan dengan kata-kata tidak pantas terhadap penguasa umum (pejabat negara).

Ahok tidak layak diangket tetapi cukup ditegur (sudah ditegur Yusuf Kalla, Tjahjo Kumolo dan pastinya Jokowi), tetapi kenapa harus diangket, seakan-akan angket ini kesannya dipaksakan, malahan tuduhan yang ditimpakan kepada Ahok sangat tidak masuk akal. Tetapi mau bagaimana, seperti yang penulis katakan bahwa keadilan di Indonesia itu sangat susah dicari, semakin susahnya sampai-sampai pencuri buah aja hukumannya sama dengan koruptor.

Harapan penulis, semoga aja orang baik dan jujur menjadi pemimpin bangsa Indonesia, bukan sampah masyarakat yang memimpin masyarakat karena sampah masyarakat hadir di masyarakat pada saat musim kampanye saja dan setelah terpilih mereka menghilang.

nb: kamu akan diingat sepanjang sejarah karena perbuatan kamu, bukan karena perkataan kamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline