Lihat ke Halaman Asli

Daud Ginting

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Quo Vadis Koalisi Semi Permanen ala Barnas?

Diperbarui: 19 Maret 2024   04:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Kompas.com

Pasca Pilpres 14 Februari 2024 dan selama proses rekapitulasi perolehan suara oleh KPU, Prabowo Subianto Capres yang diprediksi sebagai pemenang, justru tampak lebih banyak berdiam diri, dan irit bicara.

Bukan hanya seakan menghindar dari publik, kebersamaan Prabowo Subianto dengan Gibran Rakabuming Raka, bahkan bersama Presiden Joko Widodo juga semakin jarang terlihat dibandingkan sebelum Pemilu.

Berbanding terbalik dengan barisan pro Jokowi, tampak antusias bicara, bahkan terkesan terlalu bernafsu menyodorkan kepentingannya, terlihat dalam usulan format "Koalisi Semi Permanen" meniru "Barisan Nasional" di Malaysia.

Jeffrie Geovanie Ketua Dewan Pembina PSI merupakan sosok pertama mengemukakan ide dibentuk koalisi permanen partai politik pendukung,  atau koalisi Prabowo Subianto, dan mengusulkan Joko Widodo sebagai ketua, karena dinilai memiliki pengalaman memimpin dan kemampuan mumpuni dalam hal itu.

Gagasan itu menurut Jeffrie Geovanie akan membawa Indonesia maju di 2024 karena koalisi ini didukung "Mayoritas Kekuatan Nasional", dan hanya menyisakan satu atau dua partai oposisi.

Dengan demikian partai oposisi tidak memiliki jumlah kursi yang cukup dibandingkan koalisi permanen.

Koalisi permanen ini juga diharapkan sebagai kekuatan politik dari pusat hingga ke daerah, dan dijadikan sebagai kekuatan untuk memenangkan Pilkada oleh partai-partai Koalisi Permanen. Dengan demikian koalisi ini diharapkan menguasai semua struktur pemerintahan dari pusat sampai daerah.

Ide itu tampak sangat cemerlang sebagai tampilan politik (political performance). Dan sebagai klaim melegitimasi kekuasaan yang mereka peroleh lewat sistem demokrasi yang ideal, indah dan menarik padahal tanpa disadari ide itu mendegradasi demokrasi hanya sekedar pemilu prosedural.

Mereka ingin melegitimasi kekuasaan demi kesinambungan kepentingan mengatasnamakan demokrasi atau menang pemilu dengan tidak menghiraukan merebaknya gugatan terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 yang ditengarai pemerintah justru tidak netral, terjadi abuse power dan mempergunakan instrumen kekuasaan pemerintah demi pemenangan salah satu calon pasangan presiden.

Di tengah polemik dan gugatan terhadap anomali pelaksanaan pemilu 2024 kemunculan ide membentuk koalisi permanen justru dicurigai memiliki "hidden agenda" untuk menutupi dan membentengi dugaan kecurangan maupun penggelembungan perolehan suara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline