Kini "Swiftonomics" bagaikan aliran baru ideologi ekonomi modern. Viral diperbincangkan, banyak negara ingin mengadopsi, termasuk elit politik Indonesia ikutan latah bicara Swiftonomics.
Ironisnya, Swiftonomics hanya dipandang dari sisi efek besaran dampak ekonomi, stimulus ekonomi, dan kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) suatu negara. Malah bukan menjadikan fenomena ini sebagai studi kasus memperkaya pengetahuan tentang strategi yang tersirat di belakang kesuksesan konser Swift Taylor yang memiliki fans atau penggemar fanatik berlabel "SWIFTIES".
Sesungguhnya para Swifties inilah motor penggerak sukses konser Taylor Swift, dan berkontribusi besar terhadap income fantastik dan fenomenal di setiap pelaksanaan konser. Oleh karena itu, menarik dikaji lebih mendalam tentang apa sesungguhnya faktor penyebab tingginya antusiasme dan loyalitas penggemar Taylor Swift di setiap event konser, pengunjung membeludak, melebihi jumlah normal, dan tiket konser selalu ludes terjual.
Istilah Swiftonomics belum ada dalam literatur ilmu ekonomi perguruan tinggi. Swiftonomics lahir sebagai istilah yang disematkan dari efek fenomena konser Taylor Swift penyanyi pop Amerika Serikat yang mampu sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal maupun internasional. Sehingga banyak negara ingin konser Taylor Swift bertajuk The Eras Tour dilakukan di negaranya untuk meningkatkan gairah ekonomi domestik.
Magnet Success Story konser Taylor Swift menggoda, dan menggiurkan banyak negara, karena terbukti setiap konser Taylor Swift memberi efek, atau dampak besar terhadap ekonomi negara tempat dilaksanakan konser. Sehingga lahir Swiftonomics sebagai istilah baru menggambarkan cara terkini menimbulkan stimulus pertumbuhan ekonomi ala kesuksesan konser Taylor Swift.
Sebuah artikel bertajuk "Swiftonomics : The Global Impact of Taylor Swift" dari Michigan State University, menyebut konser di Amerika meraup pendapatan sebesar USD 554 Juta, sedangkan pada tingkat global mampu meraih pendapatan USD 1,04 Milyar, merupakan capaian pertama dalam catatan sejarah mampu mencapai milyaran USD.
Negara Asia Tenggara, Singapura merupakan salah satu negara pertama menikmati efek Swiftonomic ini, dengan kontribusi sebesar USD 340,02 (sekitar 3 Triliun) terhadap PDB selama pelaksanaan konser 6 hari. Efeknya bukan hanya untuk sektor seni dan hiburan, tetapi memberi efek signifikan terhadap sektor transportasi, akomodasi dan penjualan merchandise sebagai stimulus ekonomi domestik.
Konser Taylor Swift tidak lagi dipandang melulu sebagai bisnis hiburan, tetapi sebagai salah satu sektor ekonomi penting yang mampu sebagai stimulus gairah ekonomi dan meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto).
FENOMENA SWIFTIES
Tidak ada salahnya jika banyak negara ingin melakukan "Azas Manfaat" dari efek konser spektakuler Taylor Swift karena sudah terbukti mampu sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi domestik dan meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto). Tetapi ada pembelajaran berharga dapat dipetik dari fenomena dan Succes Story konser Taylor Swift sebagai benchmarking.