"Perserikatan Bangsa-Bangsa merekomendasikan target criticall mass 30 persen di kepemimpinan politik dan parlemen untuk perempuan, dengan asumsi angka 30 % tersebut merupakan representasi minimal agar perempuan mampu mempengaruhi kebijakan politik".
Sampai hari ini target tersebut belum pernah tercapai di Indonesia, padahal affirmative action, atau kebijakan memberikan peluang yang luas bagi perempuan untuk berperan aktif di arena politik, khususnya untuk ikut kontestasi pemilihan umum sudah termuat secara konstitusional.
Dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2003 Tentang Pemilu, jelas diharuskan adanya keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik, dan dalam penyusunan daftar calon anggota legislatif (Caleg) bagi semua partai politik peserta pemilu.
Dengan Zypper System, setiap 3 orang caleg diharuskan minimal ada 1 orang caleg perempuan.
Zypper System ini ternyata efektif untuk meningkatkan jumlah perempuan yang aktif sebagai politisi, dan mampu meningkatkan jumlah perempuan yang berhasil duduk di kursi parlemen, khususnya di DPR RI jumlah perempuan bertambah dari periode ke periode pemilu.
Pemilu terakhir tahun 2019, dengan adanya Zypper System, perempuan yang duduk di DPR RI sebesar 20,8 %, sedangkan pada Pemilu 1999 tanpa ada Zypper System perempuan sebagai anggota DPR RI hanya sebesar 9,0 %.
Tetapi perolehan tersebut belum mencapai target 30 % sebagaimana sistem kuota keterwakilan perempuan yang diharapkan, dan ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Fenomena ini menunjukan bahwa di satu sisi perjuangan merealisasikan perjuangan kesetaraan gender (gender equity) di sektor politik sudah terwujud, dan diskursus tentang pengarusutamaan gender (gender mainstream) tidak jadi isu utama dan krusial lagi. Karena secara konstitusional perempuan sudah memiliki hak istimewa untuk berkiprah di arena politik nasional.
Persoalan menarik yang penting dituntaskan sekarang, khususnya menjelang pelaksanaan pemilihan legislatif 2024 adalah bagaimana agar jumlah perempuan yang duduk di lembaga legislatif lebih besar lagi secara kuantitatif, setidaknya mampu mencapai target kuota keterwakilan perempuan yang telah ditetapkan.