Kontroversi atau perdebatan menerima atau menolak sitem pemilu proporsional tertutup wajar terjadi dalam iklim demokrasi. Namun sikap menerima dan menolak semestinya dibarengi dengan alasan tepat, logis dan bermanfaat sebagai literasi politik.
Dukungan PDI Perjuangan terhadap kemungkinan diberlakukan kembali sistem pemilu proporsional tertutup memiliki alasan bahwa pelaksanaan pemilu sistem proporsional terbuka selama ini sangat liberal dan melahirkan sikap individualis, terjadi kompetisi tidak sehat antar kader internal partai, dan terdegradasinya arti dan fungsi partai politik karena tidak berlangsung proses intitusionalisasi atau pelembagaan partai politik.
PDI Perjuangan selama mengikuti pemilihan umum legislatif di era reformasi tiga kali memenangkan pemilu sebagai peringkat pertama. Prestasi ini sebagai sebuah indikator bahwa PDI Perjuangan memiliki basis massa loyal, dan mempunyai azas perjuangan atau idiologi yang jelas sebagai modal utama mematangkan institusionalisasi partai politik.
Maka sesuai dengan hasil Kongres Bali 2019 diputuskan PDI Perjuangan harus memenangkan Pemilu 2024, yaitu target mencapai "Hattrick" atau menang pemilu tiga kali berturut-turut. Target hattrick ini bukan sebagai sikap untuk gagah-gagahan, atau bukan sebagai bentuk ambisi haus kekuasaan, tetapi merupakan sebuah ujian dan penentuan tingkat loyalitas akar rumput, kader dan pengurus terhadap PDI Perjuangan.
Kemampuan mencapai kemenangan tiga kali berturut-turut bagi PDI Perjuangan jadi salah satu cara menguji dan menentukan sejauh mana PDI Perjuangan sudah berhasil melakukan pelembagaan partai politik sebagai salah satu syarat menjamin kelangsungan PDI Perjuangan untuk tetap eksis, dan benar-benar jadi partai yang dikehendaki masyarakat atau akar rumput dalam jangka panjang.
Sebagai partai idiologis dan partai kader, PDI Perjuangan selama ini telah melakukan berbagai program pendidikan kader dan internalisasi idiologi perjuangan sebagai proses institusionalisasi atau pelembagaan partai menuju sebuah partai modern yang mampu beradaptasi sesuai perkembangan zaman.
Sebuah partai politik yang memiliki basis massa jelas dan loyal serta memiliki azas perjuangan atau idiologi sebagai differensiasi dengan partai politik lain seharusnya melakukan pelembagaan partai.
Ramlan Surbakti menyatakan pelembagaan partai politik sebagai suatu proses pemantapan partai politik, baik dalam wujud perilaku yang memola maupun dalam sikap atau budaya. Perilaku yang memola, sikap dan budaya pelembagaan partai politik beroperasi dalam empat dimensi yakni,
(1) Dimensi derajat kesisteman (systemness),
(2) Derajat identitas nilai (value infusion),