Lihat ke Halaman Asli

Daud Ginting

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Menggugat Peran Partai Politik Sebagai Terminal Kader

Diperbarui: 24 Oktober 2022   02:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak dapat dipungkiri partai politik memiliki peranan penting dalam system demokrasi, dan partai politik merupakan institusi yang sangat berperan dalam pelaksanaan pemilihan umum, baik pemilihan legislatif maupun eksekutif. Oleh karena itu tidak bisa diabaikan pentingnya peranan partai politik.

Tetapi semakin hari, semakin banyak muncul sikap apriori terhadap peranan partai politik di Indonesia. Hal ini terjadi karena lemahnya pelembagaan partai politik, dan disebabkan belum munculnya partai yang berorientasi pada partai kader.

Semakin baik peran Partai politik maka semakin baik juga lah kehidupan berdemokrasi, karena tidak dapat dipungkiri bahwa Partai politik  merupakan lembaga peserta pemilihan umum dalam sebuah sistem demokrasi. Namun masih sering muncul pandangan miring dan sinis terhadap peranan partai politik.

Ada asumsi mengemuka memandang Partai politik dewasa ini umumnya  hanya sekedar partai massa, yaitu aktivitasnya hanya sibuk menjelang pemilu, keanggotaan yang longgar, tidak memiliki system rekrutmen yang baik, serta tidak melakukan kaderisasi.

Melemahnya  peranan partai politik diperparah lagi dengan system pelaksanaan pemilu yang liberal, yaitu dengan system proporsional terbuka.  Pemilihan umum tidak ubahnya bagaikan pasar bebas dimana berlaku hukum permintaan dan penawaran tanpa terkendali, tidak rasional, marak praktek "money politic". Sehingga peran partai politik tergerus ke titik terendah, bahkan banyak partai politik tergantung kepada anggota, bukan sebaliknya anggota yang tergantung kepada partai politik.

Penentuan  anggota legislatif terpilih dengan sistem  saat ini masih  cenderung berdasarkan perolehan suara terbanyak para caleg, bukan melulu karena faktor perolehan suara partai.

Dalam pemilu yang menganut system Sainte Legue,  menentukan perolehan kursi dilakukan dengan menghitung grand total perolehan suara partai politik, atau kursi yang diperoleh berdasarkan perolehan suara partai politik.  

Sistem Sainte Legue  lajim disebut dengan sistem metode konversi perolehan suara partai politik ke kursi parlemen berdasarkan perolehan suara terbanyak partai politik dari hasil pembagian diurutkan sesuai dengan jumlah ketersediaan kursi di setiap dapil.

Setelah penghitungan berdasarkan  konversi perolehan suara partai politik, kemudian ditentukan caleg terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak diantara para caleg di Dapil, bukan berdasarkan nomor urut.

Penentuan caleg terpilih bukan berdasarkan nomor urut secara tidak langsung sesungguhnya memperlemah peranan partai politik, dan mengurangi loyalitas caleg terpilih terhadap partai. Karena terpilihnya seseorang sering dianggap bukan karena faktor partai, tetapi karena kemampuan diri sendiri memobilisasi perolehan suaran. Sehingga sering muncul anggapan bahwa partai politik hanya sekedar "Perahu Tumpangan".

Meremehkan peran partai politik ini semakin kentara nampak dalam pemilihan eksekutif, yaitu para calon bupati, walikota maupun gubernur. Ekesutif terpilih sering menganggap partai politik hanya sebagai kenderaan pengusung belaka. Para eksekutif terpilih kemudian merasa tidak memiliki kewajiban untuk taat terhadap partai politik pengusung. Lebih parah lagi munculnya sikap mengabaikan peran partai politik ini dengan asumsi bahwa partai politik sudah dibeli untuk mengusung dirinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline