Lihat ke Halaman Asli

Daud Ginting

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Mobil Murah Berkaha atau Dilema

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Ada apa di balik mobil murah ?

Ditengah perbedaan pendapat tentang “Mobil Murah” terselip gambaran bagaimana gaya kepemimpinan para elit penguasa dewasa ini. Ucapan yang keluar dari mulut para penguasa semakin memperjelas bentuk karakter dan sikap kepemimpinan mereka. Kontraversi yang kemudian muncul atas cara berpikir mereka justru menimbulkan pertanyaan “apa sebenarnya yang tersembunyi dibalik sikap ngotot masing-masing pihak ?”

Pertanyaan bernada curiga muncul karena kata-kata yang mereka sampaikan justru memancing timbulnya rasa curiga masyarakat, karena kalimat yang diucapkan mutunya seakan bukan produk pemikiran seorang elit penguasa setingkat menteri yang sebenarnya menurut persepsi masyarakat merupakan orang yang mumpuni dari sisi ilmu pengetahuan.

Beberapa contoh pernyataan yang mampu menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat, misalnya ucapan salah seorang menteri yang mengatakan kementeriannya mempunyai kiat untuk mengantisipasi kemacetan jika regulasi pemerintah tentang pengembangan produksi kenderaan bermotor roda empat hemat energy dan harga terjangkau (low cost green car) dikeluarkan, yaitu memberi saran agar mobil murah tersebut tidak dipergunakan dalam kota sebagai cara mengantisipasi semakin tingginya tingkat kemacetan di Jakarta. Menurutnya, silahkan menunggangi mobil tersebut di luar Jawa atau di daerah yang tidak macet.

Menteri yang lain juga memberi tanggapan bahwa pihaknya akan berbicara kepada para produsen mobil murah agar mengatur distribusi mobil jangan terkonsentrasi di provinsi tertentu. Ironisnya,untuk merespon Jokowi yang kuatir atas pemberian ijin terhadap mobil dikuatirkan akan menambah lalulintas Jakarta semakin macet, justru ditanggapi dengan nada ringan saja oleh seorang menteri dengan gampangnya memberi jawaban dengan berkata “Tanpa ada mobil murah atau LCGC Jakarta sudah macet !”.

Sesederhana ucapan para elit penguasa itukah mengatasi masalah yang telah menimbulkan polemik ini ? Apa motif yang mendorong para pembantu presiden yang memang bertanggungjawab dalam hal kehadiran mobil murah ini memberi tanggapan sesimpel itu. Jawaban simpel yang mereka berikan seakan menjadikan semua persoalan dapat diatasi semudah apa yang mereka ucapkan, padahal persoalan yang muncul sangat kompleks, bahkan sudah mengarah kepada bentuk yang seakan gumpalan benang kusut.

Ucapan para elit penguasa itu tidak ubahnya bagaikan obat penghibur, atau obat penghilang rasa sakit sementara waktu, bukan obat yang mampu membasmi sumber yang menimbulkan penyakit. Maka wajar jika timbul persepsi bahwa kebijakan yang ditawarkan tidak ubahnya sebuah kamuflase untuk menutupi kepentingan terselubung para pemangkukpentingan.

Tidak dapat dipungkiri kebijakan transportasi, baik sarana jalan maupun moda transportasi di Indonesia telah lama menjadi lahan “seksi” untuk mencari keuntungan bagi banyak pihak, bahkan kepentingan tersebut tidak hanya kepentingan pihak dalam negeri tetapi menyangkut kepentingan besar para pemilik modal atau pengusaha internasional.

Orientasi lebih mengutamakan pengembangan jalan sebagai sarana lalu lintas mobil dan sepeda motor milik pribadi daripada mengutamakan angkutan bersifat massal tidak dapat dipisahkan dari kepentingan pemasaran produk yang sekarang sudah bagaikan kebutuhan utama dewasa inidi Indonesia.

Hadirnya mobil murah tidak cukup dilihat hanya dari satu sisi kepentingan, misalnya untuk salah satu alternatif pengurangan penggunaan BBM, alasannya mobil ini irit karena CC-nya relatif rendah. Demikian juga dalam melihat efek kehadiran mobil ini tidak cukup dilihat sebagai sumber penyebab terjadinya kemacetan.

Mencermati arah polemik yang ditimbulkan oleh kehadiran mobil murah ini, khususnya perbedaan pandangan antara pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan kementerian perindustrian dan kementerian perhubungan, kiranya semua pihak yang ikut bertanggungjawab didalamnya ketika memberi argumentasi kepada publik sebaiknya memiliki bobot edukatif dan rasional.

Masyarakat Indonesia dewasa ini relatif berpendidikan, open minded, kritis dan rasional. Mereka tidak gampang dinina bobokan apalagi jika kebijakan tersebut berkaitan dengan kehidupan mereka. Para politisi, khususnya elit penguasa yang sedang menduduki kursi empuk di lembaga pemerintahan hendaknya mampu memberi pencerahan bagi masyarakat ketika mengemukakan pendapat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline