KITA sering mendengar istilah Rahmatan lil 'alamin, dan karenanya tidak asing lagi di telinga kita. Istilah itu biasanya selalu diawali dengan kata Islam, yaitu Islam Rahmatan lil 'Alamin. Karena itu, mungkin terasa agak sedikit asing, pada saat MABMI mengangkat tema kajian " Melayu Rahmatan lil 'Alamin," dalam kajian budaya pada malam bulan purnama 6/2/2023, di Saung Budaya Bukit Betung. Banyak yang bertanya-tanya tentang tema itu. "Apakah tema ini tidak salah, karena yang biasa kami dengar adalah Islam Rahmatan lil 'alamin, bukan Melayu Rahmatan Lil 'Alamin", tanya salah seorang peserta dalam sesi tanya jawab.
Saya jelaskan, bahwa syarat menjadi orang Melayu itu adalah, berbahasa Melayu, beradat istiadat Melayu dan beragama Islam. Jadi Melayu itu identik dengan Islam.
Karena yang berkumpul di majelis ini adalah orang Melayu, maka kita ingin kemelayuan jama'ah yang hadir, terkoneksi dengan pemahaman konsep rahmatan lil 'alamin, sebagai dasar bermuamalah dengan mahkluk ciptaan Allah di seluruh alam.
Dasar penerapan konsep ini ditetapkan
di dalam Alquran surat Al Anbiya ayat 107,
"Tidaklah aku mengutus Nabi Muhammad ke dunia ini melainkan menjadi rahmatan lil 'alamin ".
Jelas sekali bahwa nabi yang diutus oleh Allah SWT, adalah nabi yang rahmatan lil 'alamin, serta membawa agama wahyu dari langit yaitu Islam yang ajarannya juga rahmatan lil 'alamin, kemudian penganutnya yang dinamakan muslim seharusnya juga menjadi muslim yang rahmatan lil 'alamin.
Akan tetapi yang terjadi saat ini, walaupun nabi dan agamanya sudah rahmatan lil 'alamin, masih banyak muslimnya yang belum rahmatan lil 'alamin. Bahkan ada ulah sekelompok oknum yang selalu memakai atribut dan simbol-simbol Islam tapi perilakunya malah tidak menampakkan muslim yang rahmatan lil 'alamin. Mereka melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan ajaran agama, seperti melakukan bom bunuh diri, teror, dan lain-lain. Dampaknya, citra Islam terpuruk akibat perbuatan yang mereka lakukan.
Melihat kejadian tersebut, kita selaku orang Melayu Islam tidak boleh langsung percaya begitu saja bahwa pelaku kekerasan itu adalah orang yang benar-benar Muslim, karena bisa jadi pelakunya adalah orang-orang suruhan dari pihak yang tidak suka dengan indahnya ajaran agama Islam. Kemudian melalui propaganda mereka sengaja ingin merusak citra agama Islam. Mereka membayar orang suruhan yang di-setting saat melakukan aksinya menggunakan atribut Islam seperti menggunakan jubah, surban, berjenggot dan memakai syal, padahal sama sekali mereka tidak memahami ajaran Islam yang sesungguhnya. Mereka itu sebetulnya hanya menyamar seperti orang Islam.
Dengan kejadian seperti itu akhirnya, di mata non muslim dan di mata kaum remaja muslim sendiri, Islam dipandang sebagai agama yang menakutkan, dan horor. Persepsi ini muncul karena kejadiannya sering berlangsung di negara-negara yang mayoritas muslim.
Hal- hal seperti inilah yang membuat keindahan Islam menjadi tertutup, sebagai akibat prilaku oknum yang mengaku dirinya sebagai orang muslim. Mungkin inilah yang dimaksud hadis Nabi, " Agama Islam itu tertutup oleh orang islam sendiri."
Oleh karena itu, kita sebagai orang Melayu jangan mudah percaya dan terhasut, dengan info kejadian-kejadian seperti itu. Kita harus membentengi diri dengan cara menerapkan konsep rahmatan lil 'alamin yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Petatah petitih Melayu pernah mengatakan, "Orang yang meninggalkan syariat Islam, ia meninggalkan Melayu, orang yang menjalankan syariat Islam maka ia telah masuk Melayu".